2011/11/16

Menunggangi si burung besi raksasa


Petualangan hidup saya berlanjut ke tahap selanjutnya, kawan. Kali ini saya bergeser kembali, namun lebih dekat dengan rumah. Dalam pergeseran tersebut saya dan rekan seperjuangan boleh memilih moda transportasi yang diinginkan. Karena waktu yang agak mepet dan banyak dari kami yang ndeso (terutama saya) kamipun sepakat memilih pesawat.

Tas (atau yang lebih tepat disebut rumah portable) penuh dengan berbagai barang. Tas ini sebenarnya tidak didesain untuk bepergian di perkotaan. Karena tas ini adalah tas carrier untuk mendaki gunung. Tapi lumayan ampuh dijejali barang sampai melembung. Menumpang taksi kami berombongan ke bandara setelah sebelumnya berpamitan dengan kantor lama. Ternyata 4 bulan terasa cepat. Baru mulai akrab, baru mulai beradaptasi dengan suasananya, sudah berpisah lagi. Dan setelah beberapa kali mengalami dapat saya ambil kesimpulan bahwa terkadang suatu keakraban adalah tanda dekatnya perpisahan, memang aneh, tapi nyata terjadi.

Setelah terjebak macet kami pun sukses sampai di bandara sebelum jadwal keberangkatan. Dan ternyata pesawatnya delay. Saya yang seumur umur belum pernah naik pesawat kagok juga prosedur di bandara. Memang kalau dari sononya ndeso nggak bisa dibohongi ternyata. Mungkin saya kalah dengan nonik kecil yang sudah akrab keluar masuk bandara. Untung nggak sendirian. Saya pasrah saja ngikut rombongan kecil pejuang-pejuang muda pelabuhan ini.

Lama menunggu, bosen juga mengutak atik hp, akhirnya saya bersama teman beranjak ke mushola untuk sholat dulu. Baru juga mengambil wudu (dan tiket saya sempat jatuh ke selokan saat membungkuk, ampun deh) dari kejauhan terdengar suara mengumumkan nomor penerbangan. Kami segera bergegas menuju pesawat. Setelah sebelumnya menunjukkan tiket saya yang setengah basah dan agak tidak berbentuk, kami melangkah mendekati pesawat. Pesawat ukuran sedang sudah menunggu. Tergesa – gesa kami mencari tempat duduk. Ternyata kami adalah penumpang terakhir yang masuk pesawat. Setelah beberapa persiapan pesawat pun bersiap lepas landas. Mbak pramugari pun sigap menjelaskan prosedur keselamatan dan sebagainya. Dengan bahasa yang agak terlalu cepat menurut saya, terutama bahasa inggrisnya.Mungkin karena si mbak sudah mengatakannya ratusan ribu atau sekian juta kali jadi seakan akan lidah tidak perlu bergerak. Meluncur saja saking fasihnya.

Mesin pun dihidupkan dan pesawat memasuki landasan. Kecepatan bertambah cepat dan dalam sekejap lepas dari permukaan tanah. Saya terbang kawan! Hmm.. ternyata begini sensasinya. Terlebih saya duduk di tepi jendela. Puas menikmati pemandangan. Bagaimana sensasinya? Tidak terlalu menyenangkan kawan, hehe. Pernahkan kalian melintasi gundukan atau jalan yang agak naik dan turun dengan kecepatan tinggi? Perut seolah – olah terangkat dan dihempaskan kembali? Begitulah sensasinya. Hanya saja sensasi itu tidak sebentar, sering sekali terasa sepanjang perjalanan. Kaki ini ingin sekali segera menjejak tanah lagi rasanya. Apalagi sempat melintasi mendung. Kalau orang inggris bilang mungkin saya saat itu in the middle of nowhere. Kanan kiri hanya ada warna abu abu. Gumpalan kapas putih bersih yang mengiringi perjalanan saya lenyap.

Naik pesawat ini bagi saya mirip sekali dengan naik wahana yang sering membuat jantung berdegup. Dan hebatnya wahana ini memiliki durasi yang cukup lama. Isi perut rasanya sudah hampir sampai di kerongkongan. Nasi kucing terakhir saya di semarang, sarapan saya sebelum berangkat, sudah memberontak ingin keluar. Saya coba memejamkan mata. Semalaman begadang beres-beres cukup membantu mata cepat terlelap.

Untunglah perjalanan ini cuma sebentar, tidak sampai sejam. Tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kalau harus naik untuk berjam jam lamanya. Senang sekali rasanya menginjak bumi lagi, mungkin sesenang pelaut yang bertahun tahun tidak menyentuh daratan.

Entah hanya saya yang mengalaminya, atau yang lain juga. Yang jelas apabila sekarang saya ditawari pesawat atau kereta, kalau memungkinkan dan saya boleh memilih, tanpa pikir dua kali saya akan menjawab kereta!

4 comments:

Piyo said...

wakwkwkwkwk, ndessoooo :P
(padahal aq malah durung tau blas)

btw penempatan ndi ahir e bie?

Anonymous said...

yo opo kabare bi???ancen, muneg2 nek numpak montor mabur,tambah nemen koyok dikocok pas lewat awan tebal....wauaduh!!!

blog e obie said...

@bina: kembali ke jatim iki..
@anonymous: alhamdulilah baik.. sinten nggih?

Piyo said...

sby nuh brarti?? kq wenak ngunu