2011/04/03

Kebiasaan Saya Akan Angka 22


Alhamdulilah dalam tes rekruitmen yang saya ikuti, saya diberikan begitu banyak kemudahan. Akhirnya saya sampai di tahapan tes kesekian yaitu tes kesehatan. Kembali saya menuju Surabaya, kota dimana tes tersebut dilaksanakan. Dan kali ini masih seperti sebelumnya, saya menumpang di kosan seorang teman.

Sampai di lokasi tes ternyata pesertanya sudah lumayan banyak berkurang. Semakin bersyukur karena masih diberikan kemudahan hingga bisa sampai tahap ini. Setelah melihat beberapa pengumuman dan menunggu sebentar akhirnya para peserta tes dipersilahkan masuk. Agak ngeri juga di dalam ruangan. Ruangan hall rumah sakit sudah ditata sedemikian rupa. Beberapa meter sebelah kanan saya terdapat tulisan di kertas ”tes darah”. Perasaan sudah mulai nggak enak. Saya termasuk kategori orang yang pobia jarum suntik, kawan. Liat jarumnya saja sudah lemas rasanya.

Hal pertama yang dilakukan adalah registrasi. Satu persatu peserta dipanggil ke depan. Akhirnya tiba juga giliran saya. Perawat menanyakan, identitas dan kartu peserta. Kemudian yang ditanyakan adalah umur. Dengan refleks saya menjawab 22 tahun. Kemudian buru buru saya ralat, eh, 23 tahun mulai hari ini, 1 april. Perawat yang satunya bertanya, wah, ulang tahun kalau gitu, sini coba liat (mengambil ktp saya dan memastikan). O iya, selamat kalau gitu, ucapnya sambil menyalami saya.

Nggak terasa sudah setahun saya menggunakan angka 22 ini. Tanpa berpikir pun otak saya otomatis menyebutkannya. Hari itu saya beberapa kali melakukan kesalahan dengan angka ini. Pada saat tes rekam jantung ketika ditanya perawatnya saya menyebutkan 22 lagi, dan baru sadar setelah tes usai. Entah bagaimana tes yang lain saya lupa saya menyebutkan 22 atau 23. Perawatnya pasti bingung waktu mengumpulkan hasil pemeriksaan karena umur saya berganti ganti. Maaf ya mbak/bu perawat, lawong saya sendiri saja juga masih bingung. Masih menyesuaikan dengan angka 23.

Ternyata tes nya lumayan lengkap. Hampir semua bagian di cek. Komplit pokoknya. Dan ketika menunggu panggilan antri tes, panitia di depan menjelaskan sesuatu, ”untuk tes darah kedua nanti 2 jam setelah makan ya, silahkan melapor kalau sudah selesai makan”. Gubrak! Ternyata tidak cukup hanya sekali darah saya diambil. Dan memang benar kata orang, disuntik itu seperti di gigit semut. Namun kelihatannya semut yang dimaksud adalah semut mutan yang memiliki gigitan yang meyakitkan. Tetap saja, disuntik itu sakit kawan.

Selamat tinggal angka 22, terima kasih sudah menemani selama setahun ini. Selamat datang sahabat baruku angka 23, mari kita sambut tantangan esok hari dengan penuh semangat.

Obie, 2 April 2011

Sambelan VS Lalapan


Bahasa ternyata memang sesuatu yang unik. Kenapa sesuatu disebut dengan sesuatu mungkin ada alasan tertentu, namun terkadang memang tidak ada alasannya sama sekali. Kali ini penyebutan bisa ditelusuri asalnya.

Pertama kali tinggal di Malang saya sempat kaget dengan salah satu makanan yang banyak dijajakan, terutama di sekitar kampus. ”Sedia Lalapan”, begitulah tulisan yang sering ditemui di warung warung kaki lima. Setahu saya yang namanya lalapan adalah sayuran bisa mentah/rebus yang biasanya disajikan dengan sambal. Ternyata disini konsep lalapan yang saya pahami tersebut berbeda. Menu utama lalapan sebenarnya bukan sayurnya, melainkan adalah lauk yang biasanya digoreng. Lauk ini bisa berupa ayam goreng (yang paling umum) baik digoreng biasa atau juga tepung ala pred ciken, bermacam macam ikan semisal lele, nila, dan yang akhir akhir ini sedang tren yaitu jamur. Heran. Kenapa kok tidak disebutkan saja ”sedia ayam / ikan/ jamur goreng” malah lalapannya yang dituliskan. Lalapannya pun kadang sekadarnya. Beberapa helai kemangi dan irisan mentimun.

Saat mencicipi tinggal di Surabaya, saya juga merasa asing dengan salah satu menu yang dijajakan warung warung kaki lima di sana. Kali ini tertulis ”Sambelan”. Makanan apa lagi ini sambelan. Dilihat dari namanya pasti berhubungan dengan sambel, pedas. Saya suka yang pedas pedas, tidak ada salahnya dicoba. Mau menebak apa sebenarnya sambelan? Tidak lain tidak bukan adalah sama dengan lalapan. Sambelan adalah ayam/ikan goreng yang disajikan dengan sambal, dan seperti biasa beberapa helai kemangi dan irisan mentimun. Saya heran dengan kedua kota ini. Jaraknya hanya beberapa puluh kilometer namun istilahnya sudah berbeda beda. Dan kali ini untuk sesuatu hal yang sama.

Jadi kawan, kalau anda di malang dan ada teman anda dari surabaya silahkan ditraktir ”lalapan”. Dan sebaliknya, kalau anda di surabaya dan ada teman anda dari malang silahkan traktir teman anda tersebut ”sambelan”. Dan jangan lupa tanyakan teman anda tersebut, enak mana sambelan atau lalapan.