2013/01/29

Akhirnya Jemari Ini Bisa Menari Lagi

Sudah lama sekali rasanya jari – jari tangan saya tidak memencet tuts keyboard untuk mengetik artikel. Berawal dari erornya beberapa tuts keyboard saya secara tiba – tiba. Rusaknya pun nanggung kawan. Hanya beberapa huruf saja yang eror. Eror satu atau seluruh tuts pun sebenarnya sama. Sama – sama harus ganti keyboard. Tuts sempat bisa dipakai kembali setelah saya utek – utek. Saya preteli si tuts membandel ini. Ternyata dibalik tuts ini lumayan mengerikan. Banyak debu dan benda nggak jelas lainnya termasuk rambut. Namun akhirnya jurus ngawur ini tidak bertahan lama karena beberapa tuts membandel itu akhirnya eror lagi. Sementara untuk kerja di kantor saya menggunakan keyboard usb biasa yang dipakai pc.

Laptop saya ini sudah lumayan jadul kawan. Dibeli sejak tahun pertama kuliah tahun 2006 akhir. Jaman laptop masih lumayan mahal. Laptop sejenis milik saya ini mungkin sudah banyak bertebaran di rongsokan servis komputer. Namun entah kenapa punya saya yang satu ini lumayan bandel. Bahkan dulu pas saya kuliah pada saat membawa pernah kecelakaan motor dan layar laptop ini pun mangap. Namun ternyata masih bisa dipakai, hingga sekarang. Kalau saja saya tidak kecantol kamera dan segala atribut perlengkapannya pasti laptop ini sudah pensiun.

Dengan keyboard usb laptop ini pun tidak masalah dipakai kerja. Namun menjadi hal yang repot ketika saya ingin mengetik di kos. Untuk mengedit beberapa huruf sih tidak masalah menggunakan on screen keyboard yang harus dipencet satu – satu menggunakan mouse. Repotnya ketika ingin mengetik artikel. Akhirnya saya membeli satu keyboard usb untuk dipakai di kos. Keyboard usb ini terbuat dari karet dan elastis. Awalnya saya pikir aman dari debu. Ternyata setelah sampai dikos keyboard jenis ini susah sekali untuk dipakai mengetik cepat 22 jari (2 jari tangan kiri 2 jari tangan kanan) gaya mengetik yang saya temukan sendiri. Terpaksa mau tidak mau keyboard bawaan ini harus diservis.

Seharian browsing servisan laptop telpon sana sini ternyata sudah lumayan susah untuk mencari keyboard laptop saya ini. Ada satu yang lumayan mahal itupun bukan keyboard aslinya. Saya keliling toko komputer pun demikian. Kosong. Akhirnya saya coba ke sebuah mall khusus komputer dan iseng tanya ke salah satu counter servis. Counter servis tersebut tidak punya stok namun dicoba dicarikan. Laptop saya dibawa dan si tukang servis berkeliling memperlihatkan laptop jadul saya ke counter yang lain. Akhirnya salah satu counter ada yang punya. Saya lihat terongok laptop seperti milik saya dengan kondisi mengenaskan tanpa layar monitor. Keyboardnya kemudian dicopot dan dipasangkan ke si jadul milik saya. Tara.. masih berfungsi kawan. Lumayan daripada tidak ada sama sekali. Keyboard ini pun asli bawaan pabrik. Melihat sekeliling counter servis saya jadi bangga dengan si jadul ini. Di sana sini terongok laptop keluaran baru bertumpuk – tumpuk. Bahkan dari merek yang terkenal mahal. Kata si tukang servis laptop saya bisa masuk muri karena masih bisa bertahan sampai sekarang.

Sekarang jari – jari ini sudah bisa menari lagi diatas tuts keyboard. Masih kepikiran untuk mengganti dengan yang baru. Tapi nanti sajalah. Setelah ganti adaptor, keyboard dan diinstal ulang laptop ini kembali fresh dan siap menemani saya mengetik atau sekedar edit foto hasil hunting.

Berburu Barang Murah Lewat Internet

Permisi mbak, mau beli barang A ada? Ritual yang sering kita lakukan pada saat akan membeli sesuatu. Jual beli konvensional di toko – toko yang ada di daerah kita. Namun apa jadinya ternyata kita juga bisa membeli sesuatu yang lain di luar pilihan yang ada di toko? Bahkan dari suatu tempat yang jauh? Pasti menarik.

Yup, itulah yang saya rasakan akhir – akhir ini kawan. Saya punya hobi baru. Browsing barang – barang nggak jelas di situs jual beli online. Saya banyak menemukan benda benda menarik dan tentunya harganya lebih murah / sulit didapat di sekitar tempat saya berada. Barang barang tersebut bisa baru atau bekas pakai. Ada ungkapan apa yang berarti untuk kita belum tentu juga berarti untuk orang lain bukan? Dalam jual beli barang bekas hal ini sangat menarik. Karena sudah nggak diperlukan lagi, daripada membuat penuh rumah lebih baik dijual saja. Disisi lain nun jauh entah dimana ternyata ada orang yang sedang memerlukan barang yang kita jual tersebut. Terjadilah transaksi saling menguntungkan. Pihak pertama mendapat tambahan pemasukan dari barang yang sudah tidak terpakai dan pihak lainnya memperoleh barang yang dicari yang tentunya harganya lebih murah daripada membeli baru.

Dari pengalaman saya sudah beberapa kali bertransaksi semacam ini. Bahkan kayaknya saya mulai agak hobi mengoleksi barang second buruan ini. Sebut saja kamera DSLR Nikon D3100, lensa Nikon 55-200mm, blackberry dan charger laptop jadul acer saya. Beberapa barang juga saya beli baru sebut saja perlengkapan untuk turing motor, dudukan gps, hygrometer, head set, tv, hingga mp3 player.

Nggak gengsi beli barang second? Oo tidaak. Bahkan terkadang lebih menarik kawan. Ada rasa kepuasan tersendiri setelah melakukan riset browsing berbagai situs akhirnya menemukan barang berkualitas dengan harga selisih cukup jauh dengan harga barunya. Setiap barang juga memiliki kisah tersendiri saat dibeli.

Belanja online tentu ada resiko utama yang menghantui. Bisa saja kita ditipu kawan. Karena kita tidak bisa bertemu tatap muka dengan penjual. Itulah mengapa sangat dianjurkan untuk menggunakan metode COD atau cash on delivery. Barang diantar / janjian di suatu tempat, cek barang, cocok dibayar di tempat itu juga. Untuk barang dengan nominal tidak terlalu besar barulah saya berani untuk transfer langsung.

Pertaruhan terbesar saya adalah ketika saya membeli lensa Nikon 55-200mm. di tempat saya berada lensa second jenis ini susah didapat. Akhirnya saya menemukan dengan kondisi yang lumayan baik di kota Surabaya. Setelah deal harga, penjual tidak menerima rekber di bawah nominal tertentu. Rekber maksudnya rekening bersama kawan. Pemilik rekening bersama ini me makelar i transaksi. Pembeli mentransfer uang ke rekber. Oleh rekber uang ditahan sampai dengan adanya konfirmasi pengiriman oleh penjual. Setelah penjual memberikan bukti pengiriman barulah uang yang ditahan rekber tadi diteruskan kepada penjual tentunya rekber ini memungut fee. Untunglah si penjual setuju untuk cod. Uang saya transfer kepada teman saya yang ada di Surabaya untuk cod dengan penjual. Pertaruhan tidak berhenti sampai disini. Saya sama sekali tidak bisa memeriksa kondisi lensa yang saya beli.namun akhirnya saya beranikan diri dengan berpedoman bahwa penjual ini memliki rating yang sangat baik. Dan untunglah lensa masih dalam kondisi baik dan aksesoris pendukungnya lengkap disertakan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat akan bertransaksi online:
1.    Sangat amat utamakan sekali (top priority) untuk cod, cari tempat yang ramai dan aman untuk cod.
2.    Periksa latar belakang si penjual apakah terpercaya atau tidak, telusuri forum lain tempat si penjual menjajakan dagangannya.
3.    Pastikan sudah mengetahui harga barunya sebagai perbandingan.
4.    Yang namanya barang second pasti tidak 100 persen sempurna, cari penjual yang dengan jujur menceritakan kelemahan barang yang dijual
5.    Utamakan memilih karena fungsi bukan karena tampilan si barang
6.    Jangan tergiur dengan harga yang terlalu murah, jangan serakah kawan.
7.    Hindari penjual yang setengah mendesak dan terlalu bersemangat agar kita segera mentransfer uang (saya pernah ditelpon lamaaa sekali oleh penjual kamera yang saya perkirakan penjual kamera tipu2 kw3 yang semangat sekali mendesak saya transfer untuk kamera dslr dengan harga sangat murah, sipnya si penjual mencatut nama toko kamera yang memang ada di sekitar saya berada namun tidak berani diajak cod, ocehan si penjual mirip ocehan fans mlm yang berusaha memprospek korbannya)
8.    Jangan bosan bosan membandingkan harga satu lapak dengan lapak lain di forum jual beli, selisihnya bisa lumayan.
9.    Berdoa : )

Bagaimana kawan? Tertarik mencoba? Selamat berburu!

Kesan Pertama Memakai Lensa Telephoto Nikon Dx 55-200mm Vr

Ketika membeli sebuah kamera DSLR biasanya disertakan pula lensa bawaan alias lensa kit. Demikian pula dengan kamera DSLR saya. Kebetulan untuk Nikon D3100 yang saya miliki dari sononya sudah dilengkapi dengan lensa kit bawaan Nikon DX 18-55 mm Vr. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan lensa ini sehingga harus diganti. Hasil jepretan lensa kit juga lumayan. Dengan sedikit trik bisa dihasilkan foto yang tajam. Bagi yang menyukai bokeh, lensa kit ini juga bisa menghasikan bokeh yang halus.

Namun dengan rentang yang cuma sampai dengan 55 mm tentunya lensa ini memiliki keterbatasan dalam hal zoom nya. Banyak obyek menarik yang terlewat dikarenakan keterbatasan ini. Obyek – obyek yang jaraknya agak jauh tidak bisa dibidik. Kita juga tidak bisa mengambil foto hewan tanpa membuat si hewan ini takut dan melarikan diri sebelum kita berhasil mengambil fotonya. Lensa ini juga tidak memungkinkan mengambil foto candid.

Karena alasan diatas akhirnya saya mulai tertarik dengan lensa telephoto dengan range yang lebih jauh lagi. Awalnya terdapat beberapa pilihan yaitu Thamron 18-200 mm, Thamron 70-300 mm, Nikon DX 55-200 mm VR. Thamron 18-200 mm masuk list karena rentang lensa ini sangat luas. Cukup bawa satu lensa kemana – mana. Bisa untuk jarak dekat maupun jauh. Itu mengapa lensa dengan range ini disebut lensa sapu jagad. Nggak perlu gonta – ganti lensa lagi. Namun akhirnya lensa ini saya coret karena harganya masih mirip – mirip dengan lensa Nikon dan toh saya sudah punya lensa kit 18-55mm untuk jarak dekat. Pilihan kedua adalah thamron 70-300 mm. dengan harga yang cukup terjangkau lensa ini menawarkan range yang cukup jauh 300 mm. Namun akhirnya lensa inipun harus saya coret karena belum adanya fitur VC yang mengurangi kemungkinan foto blur. Akhirnya pilihan saya jatuhkan ke lensa ketiga Nikon DX 55-200 mm Vr. Lensa ini pas sekali berpasangan melengkapi lensa kit saya 18-55 mm. Dan dari sisi brand pun tidak usah diragukan lensa keluaran Nikon. Harga terjangkau dan sudah dilengkapi VR. Rujukan lensa kenrockwell pun merekomendasikan lensa ini. Lensa yang memberikan lebih dari apa yang kita bayarkan.

Setelah lensa ditangan, uji coba dilakukan di lokasi yang tidak terlalu jauh. Cukup di area persawahan di belakang rumah saya. Sebenarnya pinginnya pagi – pagi buta sudah turun ke sawah hunting. Tapi efek sugesti bahwa hari itu hari libur membuat mata saya terlelap lagi setelah sholat subuh. Akhirnya matahari sudah lumayan tinggi ketika saya terjun ke sawah. Aktifitas petani sudah mulai rame. Padi di sawah sudah mulai menguning kawan. Sebentar lagi panen. Namun burung – burung tampaknya berusaha mengganggu kebahagiaan petani. Burung – burung berpesta pora memakan padi yang menguning. Pak tani pun berusaha mengusir burung – burung ini menggunakan berbagai cara. Dengan plastik yang diikat di tali kemudian digerakkan, kentongan, bahkan seringkali dengan teriakan – teriakan. Sebuah drama yang asik sekali untuk dibidik.

Tidak hanya itu, hewan – hewan kecil di sawah pun tidak luput menjadi target bidikan kamera saya. Beberapa ekor capung dan kupu – kupu berhasil saya bidik. Hal yang sulit dilakukan dengan lensa kit. Sebelum berhasil mengambil gambar pasti si kupu sudah terbang duluan karena kita terlalu mendekat. Dengan lensa baru ini cukup zoom dan si kupu – kupu cantik ini tidak terganggu ketika saya ambil gambarnya. Bagaimana hasilnya? Yah, walaupun tidak sedetail lensa khusus makro, namun saya cukup puas. Objek cukup tajam dan bokeh yang dihasilkan lumayan halus.

Demikian review singkat dari tukang foto amatiran mengenai lensa Nikon DX 55-200 mm VR. Maap saya bukan cak kenrockwell ahlinya lensa. Saya cuma amatiran pemula yang ingin berbagi. Buat rekan – rekan yang masih bingung memilih lensa, mungkin lensa telephoto Nikon DX 55-200 mm  VR ini layak untuk dipertimbangkan dan dikoleksi melengkapi lensa kit Nikon 18-55 mm VR. Lensa keluaran Nikon, sudah dilengkapi VR, motor di lensa untuk autofocus yang cocok digunakan DSLR tanpa motor di bodi, harga terjangkau.
foto bisa dilihat di fotoduniaku.wordpress.com

Membuat Foto Bokeh / Blur dengan Lensa Kit 18-55 mm untuk Pemula

Salah satu keunikan foto yang dihasilkan dari kamera DSLR adalah memungkinkannya kita mengatur ruang tajam di dalam foto. Hal ini bisa dilakukan dengan mengatur tingkat aperture. Dengan memberikan pengaturan pada aperture kita bisa membuat foto dengan objek fokus dan background blur dan sebaliknya.

Dengan lensa fix yang memang spesialis portrait foto semacam ini mudah untuk dihasilkan. Namun dengan lensa kit bawaan 18-55 mm memerlukan beberapa trik tersendiri agar bokeh yang dihasilkan lumayan halus. Berikut beberapa tips dari saya, yang juga baru belajar.

- set aperture ke angka yang lebih kecil namun jangan yang paling kecil, set nilai setelah nilai maksimal
- pilih background yang agak jauh, semakin jauh terlihat semakin blur
- hasil coba – coba saya ternyata hasilnya agak lumayan di focal length maksimal, jadi saya set di 55mm dan saya biarkan, saya yang bergerak maju / mundur seolah – olah lensa fix
- untuk pemula dan amatir (seperti saya) mode A dianjurkan dipakai untuk membuat foto semacam ini, karena kita tidak perlu dipusingkan mengenai pencahayaan.

Demikian tips dari amatiran, semoga bermanfaat bagi sesama pemula.

Foto bisa dilihat di http://fotoduniaku.wordpress.com

Fotografi Anak

Anak – anak adalah obyek foto yang lumayan menarik kawan. Ekspresi natural dan polos memberikan keunikan tersendiri. Untuk mengambil gambar pun tidak semudah orang dewasa. Hal ini dikarenakan anak – anak sulit untuk diarahkan. Namun justru itu keunikannya. Kita dituntut untuk lebih sabar menunggu momen tertentu yang menarik. Pengalaman demikian saya dapatkan ketika jalan – jalan bersama keponakan beberapa waktu yang lalu. Usia keponakan saya ini 2 tahun. Masih semangat – semangatnya lari – larian kesana kemari.

Mumpung lagi pulang kampung saya mengajak keluarga untuk jalan – jalan ke pantai, termasuk keponakan saya ini. Ternyata ini pertama kali dalam hidupnya pergi ke pantai. Setelah beres menggelar karpet yang sudah dipersiapkan saya bongkar tas kamera dan mulai jepret – jepret. Susah sekali kawan. Kita harus bersiap – siap membidik sewaktu – waktu ada momen yang menarik. Jangankan untuk diarahkan, lawong menoleh pun tidak. Sesekali saya perlu memanggil keponakan saya ini dan ketika menghadap kamera langsung jepret.

Karena baru pertama kali keponakan saya ini masih takut – takut mendekat ke air. Begitu terkena ombak langsung menangis dan minta digendong. Dan ternyata lumayan berat juga kawan. Saya tidak pernah membayangkan menggendong anak umur 2 tahun tenyata lumayan bikin keringetan juga. Apalagi ditambah cuaca yang cukup panas. Sepulang dari pantai pun masih berlanjut naik odong – odong di halaman pasar tradisional yang kami temui di perjalanan pulang.

Berikut beberapa hasil jepretan saya:

Dari percobaan saya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mengambil gambar anak – anak:
- sebisa mungkin kamera dalam posisi siap bidik, jadi begitu ada momen menarik langsung jepret.
- nggak usah diarahkan untuk bergaya, justru semakin natural akan semakin menarik kawan
- untuk membuat si anak menghadap kamera panggil namanya, namun sebelumnya kita sudah siap dengan kamera dalam posisi membidik
- Untuk tipe pemalu seperti keponakan saya, kayaknya menggunakan lensa telephoto lebih menarik karena bisa mengambil gambar dari kejauhan.

Membuat Dry Box Kamera Murah, Efektif, Tested dengan Hygrometer

Membeli kamera DSLR ternyata buntutnya panjang kawan. Bukan hanya aksesorisnya yang seabrek dan menggiurkan dan tentu saja harganya lumayan mahal, kamera ini juga memerlukan perlakuan khusus dalam penyimpanannya. Setelah baca – baca berbagai artikel tentang lensa jamuran saya jadi lumayan ngeri juga. Ternyata lensa bisa panuan juga kawan. Dan kalau sudah ada bakal jamur di lensa, tinggal tunggu waktu jamur tersebut berkembang dan menjalar di permukaan lensa. Efeknya? Yah bayangkan saja mata kawan jamuran. Pasti nggak bisa melihat dengan jelas kan?

Ditambah lagi kamar saya lumayan lembab. Sinar matahari terhalang oleh jajaran kamar kos depan dua lantai membuat kamar saya hanya kebagian seuprit sinar matahari. Jaket kulit yang saya gantung saja dijangkiti fungi ini. Kalau jaket kulit sih masih bisa ditanggulangi dengan dilap dengan agak keras. Kalau lensa? Harus diperbaiki. Dan tidak murah.

Browsing sana sini akhirnya sampailah saya di toko – toko online yang memajang drybox untuk kamera. Kotak plastik ini dari sononya memang didesain untuk menyimpan kamera. Harganya bervariasi dari yang paling kecil seharga 300 ribuan sampai jutaan. Karena sudah didesain khusus, kamera ini juga dilengkapi dengan alat mengukur kelembaban atau hygrometer dan penyerap lembab silica gel. Versi mahalnya malah memakai silica gel listrik.

Mau simpel dan kamera awet? Gampang. Beli saja drybox jadi. Namun saya memerlukan jurus kere aktif. Ditambah lagi pengeluaran bulan ini sudah lumayan jadi harus agak mengencangkan ikat pinggang. Harus dicari alternatifnya. Jadilah saya keluar masuk supermarket melihat lihat toples semacam Tupperware. Dan ternyata sejenis Tupperware dan lock and lock juga tidak murah kawan. Kedua jenis ini lumayan kedap. Namun  harganya selisih sedikit dengan drybox asli, fiuh. Akhirnya nemulah semacam toples kerupuk, hehe. Untuk lebih menyamarkan toples kerupuk ini saya memilih yang kotak. Ada sejenis yang bulat tapi terlihat sekali kalau toples kerupuk, hehe. Tutup toples ini tidak memiliki pengait seperti lock and lock namun lumayan lentur dan rapet. Dan satu hal yang penting. Harganya terjangkau ukurannya besar. Toples ini saya boyong seharga 35 rb rupiah.

Setelah toples berhasil didapat buruan saya selanjutnya yaitu penyerap lembab. Saya bingung dimana membeli silica gel. Banyak sih toko online yang menyediakan. Namun karena saya butuhnya cepat akhinya saya akali dengan penyerap lembab untuk lemari / ruangan. Kawan semua bisa memperolehnya di supermarket bagian kapur barus dan semacamnya. Harganya 10.500 rupiah. Sekalian saya beli refilnya seharga 10.000 rupiah tiga bungkus.

Saatnya merangkai. Penyerap lembab saya tempatkan di dasar toples. Toples saya bagi dua atas dan bawah. Untuk sekat diantara keduanya saya memakai kardus. Pastikan antar kardus masih ada rongga sehingga udara bisa bersirkuasi. Kamera saya letakkan di bagian atas.

Sampai tahap ini toples drybox sudah bisa digunakan namun masih ada yang mengganjal. Sebenearnya berapa sih kelembaban di dalam toples? Kan nggak lucu juga saya susah payah menyiapkan tempat, eh ternyata kelembaban di dalam toples masih jelek. Akhirnya saya memesan hygrometer di salah satu seller online. Hygrometer saya beli setelah ditambah ongkir menjadi 50rb rupiah. Hygrometer saya letakkan di ruang kamar saya. Tara, ternyata kamar saya memang lembab kawan. Kelembaban 80 persen. Padahal kelembaban normal 40-60 persen. Hygrometer pun saya masukkan toples drybox saya. Hasilnya? Kelembaban di dalam toples hanya 20 persen saja. Hehehe. Proyek Toples drybox ini lumayan berhasil.

Jadi rincian biaya untuk membuat toples drybox ini:
Toples                    : 35rb
Penyerap lembab    : 10500
Refil penyerap lembab: 10500
Hygrometer             : 50rb
Total                        : 106rb

Ternyata biayanya kurang dari sepertiga drybox asli. Apalagi dengan ukuran yang lebih besar. 106 ribu rupiah tentu jauh lebih murah dari harga kamera yang mungkin saja bisa rusak karena lembab.

Demikian, semoga bermanfaat.