2012/07/24

Rumah

Akhir – akhir ini saya punya hobi baru yang nyeleneh kawan. Tiba – tiba antusias dengan hal – hal yang berhubungan dengan arsitektur, desain rumah, material bangunan dan sebagainya. Bahkan kalau pas mampir ke mall yang ada pusat peralatan rumah tangga saya bisa betah berlama – lama. Walaupun di dalamnya tidak membeli apa – apa dan cuma melongo melihat berbagai pernak pernik rumah yang sangat beragam. Sementara hanya bisa berandai – andai pingin rumah yang seperti apa kelak.

Hmm, rumah seperti apa ya yang menarik? Yang jelas saya tidak terlalu suka rumah dengan nuansa etnik. Entah kenapa rumah dengan banyak benda benda etnik kok terkesan suram menurut saya. Saya lebih suka rumah yang minimalis tidak terlalu banyak sekat, dan bernuansa cerah.

Rumah ini harus cukup untuk keluarga mini dengan dua atau tiga anak. Lingkungannya normal dan sehat. Tidak perlu yang mewah. Yang sederhana saja namun kesan “rumah” nya sangat terasa. Karena rumah bukan hanya tempat tinggal. Rumah dan keluarga harus menjadi magnet yang bisa menarik anggota keluarganya untuk kembali entah seberapa jauhnya berpetualang nantinya.

Kalau masih ada ruang nganggur saya juga ingin pusat entertainment mini. Beberapakali saya lihat iklan mesin karaoke di Koran atau majalah. Kelihatannya menarik juga punya benda seperti ini, hehe. Bisa bengak bengok sepuasnya setelah capek bekerja.

Rumah ini juga harus dapat mendukung setiap anggota keluarganya untuk berkembang. Apabila nanti ada malaikat – malaikat kecil yang lahir, rumah harus bisa menjadi pendukung kreatifitas. Saya tidak ingin terlalu sayang rumah dari pada malaikat – malaikat kecil ini. Terserah bagaimana asal positif dan mendukung kreatifitas. Mau menggambari dinding? Silahkan. Kalau perlu anggap saja dinding rumah adalah kanvas raksasa untuk melukis. Lukisan atau gambar yang unik bisa langsung dikasih bingkai. Saya tidak ingin terlalu cerewet, eh adik nggak boleh coret coret ya.. dik jangan nanti pecah, awas nanti karpetnya kotor dan sebagainya. Namun tentu aturannya silahkan kalau di rumah sendiri. Jangan rumah orang digambari.

Hmm… Rumah. Sebuah mimpi yang besar (sebesar cicilannya tentunya, hiks).

2012/07/04

Negaraku oh Negaraku

  
 
Apa yang kawan semua dengar di televisi akhir – akhir ini? Kasus korupsi yang menjadi jadi (bahkan Al Quran pun dikorupsi), kemiskinan di berbagai penjuru negri, kesemrawutan dan berbagai hal negatif lainnya. Apa mungkin karena negara ini terlalu luas? Jadi sulit untuk mengaturnya. Walaupun sebenarnya luasnya area ini sebenarnya bisa diatur dengan sistem yang baik dan berjalan dengan baik pula.





 Beberapa waktu lalu saya berkesempatan diajak ke negara tetangga kita yang terkenal dengan ikon singa berbuntut ikan ini. Negara yang kecil mungil dibandingkan dengan Indonesia yang membentang begitu luasnya. Namun jangan salah. Negara ini adalah salah satu yang termaju di Asia. Berbagai pusat perekonomian penting ada di sini.



Begitu menginjakkan kaki aura kemegahan sudah terasa. Bandara yang mewah dan lapang, dan herannya lengang. Padahal bandara ini salah satu yang tersibuk di asia. Namun dengan pembagian yang baik tidak begitu terlihat penumpukan penumpang. Lantai karpet empuk di sepanjang perjalanan layaknya hotel berbintang.


salah satu titik di universal studio

Keluar dari area bandara aura tersebut semakin kuat. Melihat kondisinya cukup aneh mengingat negara ini hanya sejengkal saja dari negara kita. Sama sekali berbeda. Mobil mobil mewah aneka jenis seliweran. Sangat beragam, nggak melulu avanza dan kijang. Jalanan dan gedung tertata dengan baik. Berbagai fasilitas tersedia dengan lengkap. Terlihat sekali disini membangun sesuatu nggak setengah – setengah. Kalau bisa yang paling modern, paling canggih, paling besar, dan paling paling yang lainnya.

Kontrasnya kondisi disini membuat saya bertanya tanya. Selama ini kita kemana saja ya? Seolah olah waktu di negara kita di – pause saat negara tetangga ini asik membangun mengembangkan diri. Setelah negara ini maju baru tombol resume dipencet dan kita akan melongo melihat ketertinggalan.

Tentu semua fasilitas super lengkap tersebut ada tapinya. Fasilitas tersebut nggak gratis kawan. Semua ada pajaknya. Lewat di jalan sekalipun ada tarifnya. Semua juga ada aturannya. Melanggar aturan? Siap siap kena denda. Dan jangan kawatir untuk berkelit dari denda, karena wajah manis anda saat melakukan pelanggaran terekam di cctv yang seabrek tersebar di berbagai sudut seolah olah cctv disini gratisan. Bahkan di dalam bus sekalipun ada cctv. Banyaknya denda ini bahkan mengilhami pembuat gantungan kunci dengan mengabadikan denda – denda tersebut di karyanya.

Dengan kondisi yang lebih maju dan daya beli yang tinggi sebanding dengan harga – harga berbagai produk. Terlebih banyaknya produk yang diimpor dari luar negri menyebabkan harga melambung. Beberapa barang yang saya amati dan saya bandingkan harganya malah lebih murah di Surabaya, bahkan sampai setengahnya. Dengan harga ini toko – toko tetap ramai pengunjung. Dan diantara pengunjung – pengunjung tersebut terdengar bahasa Indonesia, bahkan bahasa jawa suroboyoan. Banyak juga ternyata rekan senegara disini.

Disini semua sudah tersistem dengan baik. Dan hebatnya sistem tersebut juga berjalan dengan baik. Melanggar sistem? Siap – siap saja kena hukuman atau denda.


Menginjak tanah sendiri di negeri orang

Namun walaupun dengan kondisi fasilitas yang serba wah ini saya tetap memilih negara saya sendiri kawan. Negara yang luas dan kaya  yah walaupun masih sedikit carut marut di sana sini. Bayangkan beberapa hari di sini saya sering kali melewati jalan yang sama. Beberapa area juga hasil reklamasi (tanah dari negara kita tentunya), yang semakin menandakan sempitnya negara ini. Saking sempitnya bahkan akan direncanakan memanfaatkan bawah tanah (walaupun sekarang juga sudah digunakan untuk tempat parkir misalnya. Di sini saya juga tidak menemukan sesuatu yang khas yang memang benar benar hasil karya budaya asli. Semuanya buatan manusia.

Lagi pula di negara inipun tetap saja ada sisi lainnya. Golongan yang terpinggirkan. Satu dua masih ada penjual di sebelah halte dengan sepeda butut. Kayaknya apes banget jadi yang terpinggirkan di negara ini. Bayangkan kawan mengayuh sepeda butut diantara kumpulan maserati dan jeep. Yah, setidaknya jadi orang susah di negara kampung halaman bisa agak bernafas, karena lebih banyak temannya, hehe.

Beberapa hari disana akhirnya kembali ke kampung halaman. Kembali berhadapan dengan seliweran nggak jelas kendaraan, jalan berlubang, fasilitas rusak. Ah sebodo amat, tarik nafas dan tersenyum. Ini negeriku. Tempat terbaik di seluruh dunia. Dan harus bersyukur karena diluar sana masih banyak yang serba kekurangan.









Ya, Manusia Bisa Berubah

Lagi – lagi saya dibuat geleng – geleng dengan makhluk yang dinamakan manusia. Ternyata banyak sekali dalam hidup ini yang saya belum pahami kawan. Bahkan memahami makhluk yang bernama manusia. Dua puluh tahun lebih saya menjadi manusia ternyata apa yang saya ketahui masih seujung kuku saja.

Ternyata manusia mirip – mirip dengan grafik forex. Sebentar – sebentar berubah tergantung pasar. Beberapa orang yang saya kenal mengalami transformasi yang signifikan. Diluar dugaan.Yang dulu begini sekarang begitu. Yang dulu begitu sekarang begini. Kaget, pangling, heran. Apalagi saya dulu sama sekali tidak memiliki yang namanya jejaring sosial. Entah saya ketinggalan berapa ribu episode tentang orang –orang yang saya kenal.

Perubahan – perubahan tersebut membuat saya memikirkan sesuatu. Lantas bagaimanakah kita benar -  benar mengetahui tentang seseorang. Puluhan tahun menjadi teman belum menjamin kita benar – benar mengenal seseorang. Terus terang saya belum menemukan teori untuk masalah ini. Bingung.

Ketika kita benar benar yakin bahwa orang yang kita kenal tersebut tipe A ee ternyata berjalannya waktu berubah menjadi tipe B. Orang yang kita kira tipe B ee ternyata malah tipe A. Dan hal ini lumayan krusial. Kepercayaan terhadap orang  -orang yang kita kenal menjadi berkurang. Kita akan berpikir, jangan – jangan si ini begitu, si itu begini. Berprasangka buruk. Dan semakin deg deg an juga bagaimana memilih orang yang, ehem, mungkin kita akan membagi hidup.

Saya sendiri pun perlu berkaca. Memejamkan mata membayangkan diri saya beberapa tahun yang lalu. Membuka mata dan melihat diri saya yang sekarang. Apa saya juga berubah ya? Jangan – jangan saya berubah tanpa saya sadari? Kalau tambah jelek, item dan tua itu sudah wajar, nggak usah ditanya. Namun apa saja yang berubah di dalam diri saya?

Memang ada beberapa orang yang saya kenal yang saya yakin dan saya percaya masih tetap seperti yang dulu yang saya kenal. Bagaimana saya mempercayainya? Entah. Saya sendiri tidak tahu. Seperti itulah yang saya rasakan. Mungkin saja apa yang saya percayai salah. Namun saya tetap memilih untuk percaya.

Mungkin ini mengapa kita diajarkan untuk berprasangka baik saja. Ya, setidaknya dengan berprasangka baik tidak merugikan orang yang sebernarnya baik tapi kita sangka buruk. Toh berprasangka baik kepada orang yang sebenarnya tidak baik pun juga nggak rugi. Mungkin ini teori yang tepat. Kawan, terserah bagaimana penampilan anda, sikap anda, perubahan anda, saya akan berprasangka baik saja. Dan bagaimanapun anda kita akan tetap berkawan.