2010/11/16

Alhamdulillah, artikel pertama saya di media cetak

Bagi bro yang berada di area jawa timur dan berlangganan Harian Surya, mungkin kemarin (selasa, 16 november) sempat membaca artikel mengenai blog. Artikel itu ditulis oleh Muchamad Robby aka juragan blog ini..hehe. Sebenarnya saya cuma iseng menulis sesuatu dan kemudian mengirimkannya ke harian surya. Ee.. lakok kemarin saya liat ternyata dimuat. Alhamdulillah. Seneng rasanya. Bayangkan berapa ribu eksemplar yang dicetak tiap hari, dan kemarin artikel saya nongol di setiap eksemplarnya.Tulisan saya banyak yang diedit..hehe. Bingung sebenernya. Di ketentuan ditulis harus sesuai ejaan yang disempurnakan. Nulisnya saya ati ati saya pikir sebaku mungkin, tp ternyata yang dimuat justru agak tidak baku..hehe. Tapi memang lebih luwes dan enak dibaca.

Ini penampakan artikel saya di harian Surya:

2010/11/09

Aneh, Putri Indonesia Belajar Bahasa Indonesia

Xixixixi, membaca jawapos hari ini ada sesuatu yang menggelitik. Di halaman show dan selebriti terpampang jelas judul artikel putri indonesia belajar bahasa indonesia. Bagi saya kok aneh ya? putri indonesia kok nggak bisa bahasa indonesia. Pasti ini nggak tahu sumpah pemuda,
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Menurut saya putri Indonesia yang dulu, yang nggak bisa berbahasa Inggris jauh lebih mencerminkan rasa Indonesianya. Wajar lah orang Indonesia nggak bisa bahasa inggris. Na ini? malah kebalikannya. Memang sih, lahir dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di inggris membuat putri indonesia yang sekarang lebih inggris dari pada indonesia. La trus? kok jadi putri Indonesia?

Pertanyaan - pertanyaan aneh aneh yang lazim ditanyakan di setiap kontes putri putrian atau kontes kecantikan lainnya sebaiknya dirubah. Terutama yang mewakili bangsa, seperti putri indonesia. Pertanyaan diganti dengan pertanyaan lain untuk menggali seberapa indonesia kah kontestan tersebut. Sudah nggak jamannya lagi pertanyaan misalnya "kalau anda diberi kesempatan untuk terlahir kembali, anda ingin menjadi siapa" atau pertanyaan tentang global warming misalnya. Sudah terlalu umum. Mending dicari di Google saja dari pada ditanyakan. Putri Indonesia juga nggak harus berwajah londo alias bule. Justru yang hitam manis, tidak terlalu tinggi malah menurut saya indonesia banget. Kalo wajahnya bule kenapa nggak dinamakan putri bule saja?

Sering saya baca kalau putri indonesia membawa misi untuk mengenalkan Indonesia di dunia internasional. Na, kalo yang mengenalkan saja "agak' indonesia bagaimana bisa mewakili indonesia yang sebenarnya? di indonesia nggak ada yang jjs ke pantai sempakan plus bh alias bikini, tapi di pentas putri putri ini "mewakili" orang indonesia dengan busana demikian. Kalau niatnya mewakili sebaiknya disesuaikan dengan kondisi riil yang ada di indonesia. Sebodo amat menang kontes atau nggak. Kenapa harus ikut ikut budaya orang lain hanya untuk sebuah gelar?

Mau alay malah apes...hehe




Sebenarnya kejadiannya agak lama. Sekitar minggu yang lalu. Tapi berhubung kabel data kamera baru ketemu jadi baru bisa posting sekarang. Minggu lalu selesai wisuda saya nggak bisa foto foto di kampus karena cuaca mendung mengancam. Akhirnya dibuatlah rencana keesokan harinya untuk foto foto tentu saja dengan memakai toga, hehe. Keesokan paginya, saya buru buru beli mmc buat kamera. Batrei sudah juga sudah di charge. Sampe dikampus ternyata hujan sudah turun rintik rintik. Gpp lah, wong cuma grimis. MMC baru yang masih kinyis kinyis dimasukkan ke kamera. Loh, lakok nggak ndetect. No memory card tulisannya. Asem. Ternyata memang kameranya yang eror. Sebelum ini kamera aneh ini sudah sukses membuat 1 msd saya yang juga masih kinyis kinyis eror dan rusak. Akhirnya pakai memori internal saja. Piksel di set ke rendah agar muat agak banyak. Selama saya ngutek2 kamera ternyata hujan tambah deras. Ya sudahlah. Ditunggu sampe agak reda. Setelah agak reda dikit, hanya beberapa jepret sudah hujan lagi. Acara foto foto berubah menjadi acara berteduh. Hujan masih rintik rintik satu teman saya nekat pulang. Saya dan satu teman yang lain masih menunggu. Ternyata ini adalah strategi yang salah. Tambah sore hujan tambah deras. Perut yang kriuk kriuk memaksa untuk nekat saja menerobos hujan.

Sampai gerbang kampus tambah menggila. Akhirnya diputuskan berteduh lagi. Perut tambah kriuk kriuk. Untunglah di kejauhan ada bapak penjual bakmi sedang menata dagangannya. Meluncurlah kami kesana. Baju sudah 3/4 basah, tapi nggak papa wis. Ternyata rasa bakminya lumayan normal. Entah berapa kali saya lewat di sekitar situ tapi tidak pernah ada keinginan mampir mencoba bakmi si bapak ini. Setelah makan beres cuaca pun mendukung. Lumayan reda, akhirnya bisa pulang.

hasil jepretan: