2012/12/13

Pemimpin

Apakah kawan semua memperhatikan tayangan televisi dan pemberitaan media beberapa waktu lalu? Pemberitaan dipenuhi dengan kisah pertarungan pemilihan gubernur DKI Jakarta. Walaupun Cuma gubernur di salah satu provinsi dari sekian banyak provinsi di Indonesia, namun hebohnya dirasakan masyarakat satu negara.

Akhirnya kehebohan itupun berakhir dengan ditetapkannya salah satu pasangan yang walaupun bukan asli orang Jakarta, ternyata lebih banyak didukung oleh warga Jakarta. Siap memimpin Jakarta yang besar dan ruwet.

Walaupun Jakarta ruwet dengan macet dan sebagainya ternyata masih ada yang mau mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin. Terlepas memang gaji gubernur dan tunjangan lainnya yang mungkin lumayan, dengan beban kerja yang demikian kelihatannya gaji besar masih kurang. Sebenarnya enak nggak sih menjadi pemimpin? Sehingga banyak sekali orang yang berlomba lomba untuk menjadi seorang pemimpin. Bahkan ada yang sangat kerasan dan berusaha agar tetap jadi pemimpin walaupun sudah berkuasa lebih dari 30 tahun.

Yah memang saya belum pernah menjadi gubernur atau semacamnya, namun dari lingkup yang mungkin jauh lebih kecil yang saya amati menjadi pemimpin tidak selamanya enak juga. Bayangkan seandainya kawan semua memiliki suatu kekuasaan yang mungkin berhubungan dengan banyak orang. Setiap kebijakan yang diambil pasti entah berapa derajatnya ada yang tidak suka bahkan benci. Kita tidak bisa memuaskan satu persatu harapan orang bukan? Pasti ada yang akan benci walaupun juga ada yang suka. Kata benci mungkin sesuatu yang harus diakrabi. Dan ini yang saya agak kurang bisa. Entah mengapa saya tidak terlalu suka dibenci. Bayangkan saja ada tatapan – tatapan tidak suka di sekeliling kawan semua. Betapa tidak nyamannya.

Masih di seputar tidak bisa memuaskan semua orang. Pernahkah kawan mendengar / membaca kisah orang tua dan anaknya yang memiliki seekor keledai? Suatu ketika seorang ayah mengajak anaknya berjalan – jalan dengan membawa seekor keledai. Sang anak diminta untuk duduk menunggang keledai. Suatu ketika di perjalanan bertemu dengan orang lain dan berkata. Anak ini kok tidak sopan. Masak ayahnya yang sudah tua disuruh menuntun keledai sedangkan dia sendiri enak enakan menunggang. Sang anak kemudian turun dan ganti sang ayah menunggang. Perjalanan pun diteruskan. Bertemulah mereka dengan orang lain lagi dan berkata. Ayah ini kok nggak kasihan ya dengan anaknya yang masih kecil? Anaknya disuruh menuntun sedangkan dia sendiri enak menunggang keledai. Ya sudah, karena jengkel sang ayah kemudian menyuruh sang anak ikut naik ke punggung keledai. Mereka menunggang keledai itu bersama sama. Bertemu lagi dengan orang lainnya di perjalanan dan berkata, ayah dan anak ini nggak punya rasa kasihan sama sekali ya? Keledai kecil kurus seperti itu masak dinaiki dua orang? Habis sudah kesabaran sang ayah. Sang ayah pun turun dan meminta anaknya ikut turun. Mereka berdua akhirnya menuntun saja sang keledai tanpa ditunggangi. Perjalanan pun diteruskan dan bertemu lagi dengan orang lainnya dan berkata. Ayah dan anak ini bodoh atau gimana? Masak ada keledai kok nggak ditunggangi? Malah jalan kaki dan Cuma dituntun saja. Gubrak!!

Memuaskan setiap orang adalah sesuatu yang tidak logis. Hal ini yang menurut saya hal yang agaknya lumayan ribet ketika menjadi seorang pemimpin. Pasti akan ada suara – suara miring diluar sana atas apapun kebijakan yang dilakukan. Walaupun sebenarnya kebijakan yang dilakukan adalah kebijakan yang benar dan baik. Menjadi orang baik tidak menjamin tidak ada yang membenci kawan. Kadang ada orang tertentu yang benci justru karena kebaikan yang dilakukan. Bingung ya? Sama. Tapi begitulah hidup.

Apakah suatu saat nanti saya akan menjadi pemimpin? Tidak tahu, dan tidak berambisi untuk itu. Namun jikalau memang saat itu ada dan datang menghampiri kelihatannya saya harus punya telinga yang tebal dan hati yang keras tegas. Berjalan sesuai dengan keyakinan yang saya percaya. Mungkin akan banyak orang yang berkomentar atas anak dan keledai saya, itu wajar. Karena memuaskan keinginan setiap orang sepertinya bukan suatu hal yang logis.