2012/05/09

Reuni Para Perantau

Hidup di tempat yang jauh ternyata terkadang membuat kita menemukan keunikan – keunikan tersendiri kawan. Seperti yang baru saja saya alami. Di sebuah warung Tahu Tek khas Surabaya di pelataran sebuah agen travel. Saya dan teman saya duduk satu meja dengan dua orang bapak – bapak, dan satu orang lagi bapak yang datang sendirian.

Awalnya kami pun mengobrol sendiri – sendiri, tentu saja karena tidak mengenal satu sama lainnya. Akhirnya setelah tercetus nama – nama jalan di Solo oleh bapak yang datang berdua, teman saya pun menyahut. Ya, teman saya dari Solo kawan. Setelah mengobrol beberapa saat si Bapak ini pun menyebut Malang. Nah, yang ini saya paham. Saya pun ikut nimbrung dalam pembicaraan. Dalam satu meja tersebut semua berbahasa jawa, dua Bapak dari malang, satu dari Surabaya, dan teman saya dari Solo.

Lega rasanya bisa berbahasa jawa lagi ceplas ceplos. Mendengar si Bapak dari Malang ini kuping saya menemukan sesuatu yang ternyata sudah lama tidak saya dengar dan saya kangen. Logat orang Malang. Masih terasa sekali boso malangan nya. Rumah si Bapak inipun juga mepet dengan kampus saya semasa kuliah di Malang. Saya bahkan sering blusukan ke gangnya karena lebih cepat sebagai jalan pintas.

Dan tiba – tiba saja kami semua seolah – olah akrab dan mengobrol ngalor ngidul dengan santai. Dari topik yang dibicarakan terlihat sekali bapak – bapak ini bukan perantau newbie (seperti saya). Mungkin levelnya sudah perantau holic atau perantau donatur (kaskus mode on). Sering sekali membicarakan daerah  A B C dan sebagainya. Entah pengalaman apa saja yang sudah dilibas habis oleh bapak –bapak ini.

Tahu tek yang terhidang mungkin sudah ludes dalam hitungan menit. Namun obrolan di warung ini berlangsung hampir sejam. Bahkan kami pun membubarkan diri bareng bareng. Setelah saling menyapa kamipun menuju arah kami masing – masing.

2012/05/06

Cermin

Dari beberapa pengalaman yang saya alami, semakin saya menyadari ternyata dunia ini sangat beragam ya kawan? Terutama salah satu makhluk di dunia yang bernama manusia. Setiap individu manusia memiliki peran tersendiri. Kadang saya berpikir kenapa si anu yang ketiban apes dapat peran ini sedangkan si itu dapat peran yang lain.

Yang ketiban dapat peran yang “tidak terlalu menarik” pun mengeluh. Mengapa kondisinya begitu – begitu saja. Kok saya begini, kok si itu si anu bisa enak dapat peran ini itu. Memang faktor nasib juga sangat menentukan. Namun ternyata tidak sepenuhnya demikian.

Sekarang baru saya menyadari bahwa kadang peran yang diterima ya memang cocok dan layak peran itu. Dan saya tidak bisa membayangkan apabila peran yang diterima oleh orang tersebut krusial dan penting mungkin jadinya bisa kacau berantakan. Mungkin ketika diamati sekilas kita akan bersimpati. Namun setelah agak memahami kita akan berpendapat, o ya memang sudah begitu seharusnya.

Dan ujung – ujungnya apabila orang tersebut atau bahkan kita sendiri tidak puas dengan peran yang diterima akan bertanya – tanya kepada Sang Pemberi Peran. Kok saya begini kok saya begitu. Mungkin kita akan berdoa begini, “Tuhan, kenapa kok kondisi saya begini, jadikanlah saya Presiden Direktur saja ya Tuhan…Biar dapat gaji banyak mobil mewah tanah luas dimana - mana”. Mungkin Tuhan akan heran, “Hellooo?? La kamu siapa minta seperti itu”. Terkadang kita memang meminta sesuatu tanpa melihat bagaimana diri kita sebenarnya. Sebenarnya layak nggak sih kita dengan apa yang kita minta? Sudah berimbangkah apa yang kita lakukan dengan apa yang kita minta?

Mungkin sebaiknya teorinya diubah begini. Selain mengeluh dan meminta bagaimana kalau kita mengupgrade diri agar sesuai dengan yang diminta. Ingin jadi supir misalnya bagaimana kalau kita mengupgrade diri kita agar bisa mengoperasikan kendaraan dengan belajar menyetir.

Tuhan memang Maha Pemurah. Namun setidaknya kita punya “modal” untuk memperoleh kemurahan itu. Agaknya kurang enak juga apabila kita menengadahkan tangan saja tanpa usaha. Dan kembali lagi, yang mempunyai hak mutlak di acc atau tidak permintaan kita hanya Tuhan. Jungkir balik berusaha (yang menurut kita mentok maksimal) kok tetep peran kita itu itu saja. Diambil saja hikmahnya. Mungkin Tuhan sedang menyelamatkan kita dari peran lain (yang sebetulnya kita minta) yang kita mungkin tidak cocok didalamnya.