2012/12/13

Pemimpin

Apakah kawan semua memperhatikan tayangan televisi dan pemberitaan media beberapa waktu lalu? Pemberitaan dipenuhi dengan kisah pertarungan pemilihan gubernur DKI Jakarta. Walaupun Cuma gubernur di salah satu provinsi dari sekian banyak provinsi di Indonesia, namun hebohnya dirasakan masyarakat satu negara.

Akhirnya kehebohan itupun berakhir dengan ditetapkannya salah satu pasangan yang walaupun bukan asli orang Jakarta, ternyata lebih banyak didukung oleh warga Jakarta. Siap memimpin Jakarta yang besar dan ruwet.

Walaupun Jakarta ruwet dengan macet dan sebagainya ternyata masih ada yang mau mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin. Terlepas memang gaji gubernur dan tunjangan lainnya yang mungkin lumayan, dengan beban kerja yang demikian kelihatannya gaji besar masih kurang. Sebenarnya enak nggak sih menjadi pemimpin? Sehingga banyak sekali orang yang berlomba lomba untuk menjadi seorang pemimpin. Bahkan ada yang sangat kerasan dan berusaha agar tetap jadi pemimpin walaupun sudah berkuasa lebih dari 30 tahun.

Yah memang saya belum pernah menjadi gubernur atau semacamnya, namun dari lingkup yang mungkin jauh lebih kecil yang saya amati menjadi pemimpin tidak selamanya enak juga. Bayangkan seandainya kawan semua memiliki suatu kekuasaan yang mungkin berhubungan dengan banyak orang. Setiap kebijakan yang diambil pasti entah berapa derajatnya ada yang tidak suka bahkan benci. Kita tidak bisa memuaskan satu persatu harapan orang bukan? Pasti ada yang akan benci walaupun juga ada yang suka. Kata benci mungkin sesuatu yang harus diakrabi. Dan ini yang saya agak kurang bisa. Entah mengapa saya tidak terlalu suka dibenci. Bayangkan saja ada tatapan – tatapan tidak suka di sekeliling kawan semua. Betapa tidak nyamannya.

Masih di seputar tidak bisa memuaskan semua orang. Pernahkah kawan mendengar / membaca kisah orang tua dan anaknya yang memiliki seekor keledai? Suatu ketika seorang ayah mengajak anaknya berjalan – jalan dengan membawa seekor keledai. Sang anak diminta untuk duduk menunggang keledai. Suatu ketika di perjalanan bertemu dengan orang lain dan berkata. Anak ini kok tidak sopan. Masak ayahnya yang sudah tua disuruh menuntun keledai sedangkan dia sendiri enak enakan menunggang. Sang anak kemudian turun dan ganti sang ayah menunggang. Perjalanan pun diteruskan. Bertemulah mereka dengan orang lain lagi dan berkata. Ayah ini kok nggak kasihan ya dengan anaknya yang masih kecil? Anaknya disuruh menuntun sedangkan dia sendiri enak menunggang keledai. Ya sudah, karena jengkel sang ayah kemudian menyuruh sang anak ikut naik ke punggung keledai. Mereka menunggang keledai itu bersama sama. Bertemu lagi dengan orang lainnya di perjalanan dan berkata, ayah dan anak ini nggak punya rasa kasihan sama sekali ya? Keledai kecil kurus seperti itu masak dinaiki dua orang? Habis sudah kesabaran sang ayah. Sang ayah pun turun dan meminta anaknya ikut turun. Mereka berdua akhirnya menuntun saja sang keledai tanpa ditunggangi. Perjalanan pun diteruskan dan bertemu lagi dengan orang lainnya dan berkata. Ayah dan anak ini bodoh atau gimana? Masak ada keledai kok nggak ditunggangi? Malah jalan kaki dan Cuma dituntun saja. Gubrak!!

Memuaskan setiap orang adalah sesuatu yang tidak logis. Hal ini yang menurut saya hal yang agaknya lumayan ribet ketika menjadi seorang pemimpin. Pasti akan ada suara – suara miring diluar sana atas apapun kebijakan yang dilakukan. Walaupun sebenarnya kebijakan yang dilakukan adalah kebijakan yang benar dan baik. Menjadi orang baik tidak menjamin tidak ada yang membenci kawan. Kadang ada orang tertentu yang benci justru karena kebaikan yang dilakukan. Bingung ya? Sama. Tapi begitulah hidup.

Apakah suatu saat nanti saya akan menjadi pemimpin? Tidak tahu, dan tidak berambisi untuk itu. Namun jikalau memang saat itu ada dan datang menghampiri kelihatannya saya harus punya telinga yang tebal dan hati yang keras tegas. Berjalan sesuai dengan keyakinan yang saya percaya. Mungkin akan banyak orang yang berkomentar atas anak dan keledai saya, itu wajar. Karena memuaskan keinginan setiap orang sepertinya bukan suatu hal yang logis.

2012/09/26

Cara Mudah Mengolah Foto HDR

  
 


Akhirnya saya punya hobi baru kawan. Sebenarnya hobi yang sudah lama terpendam namun belum dikeluarkan karena peralatan yang dimiliki belum memadai. Sekarang sudah agak lumayan walaupun masih menggunakan peralatan entri level, buat belajar dulu. Sekarang seminggu sekali saya muter – muter jeprat jepret sekalian mengeksplor Bali lebih luas.

Setelah jepret sana sini dan saya bandingkan dengan foto di forum – forum fotografi hasil foto saya kurang tajam. Di forum – forum tersebut warna yang dihasilkan begitu tajam. Biru bisa nampak begitu biru. Begitu juga warna –warna yang lain. Ternyata oh ternyata ini salah satu rahasianya. Mau?
Namanya HDR kawan. High Dynamic Range. Pada prinsipnya, mengolah foto HDR ini yaitu menggunakan beberapa foto yang memiliki exposure yang berbeda – beda kemudian disatukan sehingga memiliki rentang tone yang lebih luas. Efeknya? Warnanya pun tajam.

Sebenarnya untuk membuat foto HDR ini diperlukan 2 hal yaitu bahan dan proses. Bahannya adalah foto dengan tingkat exposure yang berbeda – beda, bisa 3-5 foto. Foto nya harus sama persis hanya exposure nya saja yang berbeda – beda. Di kamera DSLR dapat memanfaatkan fitur auto bracketing. Dengan  fitur ini, dalam sekali jepret dapat dihasilkan beberapa foto sekaligus dengan exposure yang berbeda beda. Untuk menjaga kualitas gambar juga sebaiknya menggunakan tripod. Nah, masalahnya, DSLR yang saya miliki tidak memiliki fitur ini. Jadi kalau mau exposure yang berbeda saya harus menge set exposure nya secara manual. Nah, padahal obeyek harus sama persis. Untuk memastikan saya mengambil obyek yang sama persis diperlukan tripod. Saya juga belum punya tripod, hehe.

Lantas bagaimana membuat foto HDR? Nggak usah kuatir kawan. Kita masih bisa membuat foto HDR HDR an dengan modal foto JPEG biasa, hehe. Tentunya pilih koleksi foto JPEG yang kualitasnya bagus (jangan hasil foto blackberi dipake…). Sudah siap? Baiklah mari kita mulai. Software yang diperlukan dalam prakarya ini adalah adobe photoshop (terserah versi berapa, saya masih menggunakan photoshop 7, maklum laptop jadul) kemudian yang kedua adalah photomatix pro. Dimana downloadnya? Silahkan search sendiri di google.

Setelah menemukan foto yang sekiranya pas, buka adobe photoshop. Disini photoshop kita perlukan untuk mengubah terang dan gelapnya foto. Efek yang sama saat seting exposure digunakan pada DSLR (yah walaupun nggak sama banget sih, setidaknya mirip).

Buka image > adjustment > variations


Di pilihan variations ini kita dengan mudah membuat foto menjadi lebih gelap dan lebih terang. Untuk percobaan pertama ini saya hanya menggunakan 2 variasi dari foto normal hasil jepretan yaitu 1 foto lebih terang dan 1 foto lebih gelap. Save as masing – masing foto tersebut ke dalam format JPEG.



Sekarang saatnya membuka Photomatix Pro.
Load Bracketed Photos > dan browse ketiga gambar yang sudah kita persiapkan. Silahkan atur tingkat exposure nya die v spacing (sebenarnya sesuai yang kita ambil di dslr). Klik OK dan ikuti pilihan yang disediakan klik OK lagi.



Muncul berbagai pilihan hasil foto. Tinggal pilih yang disuka dan sesuaikan parameter yang disediakan, misal saturasi dan sebagainya sesuai selera. Setelah selesai klik > proses.

 
Taraaa…

Foto sebelum diedit:




 

Foto sesudah diedit:

  

Bagaimana??

2012/09/06

Pekerjaan Ini Mulai Agak Menarik

Nggak terasa sudah setahun lebih saya secara resmi mandiri kawan. Rasanya baru kemarin lulus kuliah dan foto – foto kehujanan di depan gedung rektorat. Dan ternyata entah kapan terakhir kali saya menginjakkan kaki lagi disana. Setahun mungkin kalau nggak salah. Pingin lagi menyusuri jalan – jalan yang dulu sering saya lalui saat pulang kampung. Perjalanan 3 jam bermotor yang rasanya sudah sangat amat jauh sekali. Menuju kota tempat saya pertama kali merantau untuk kuliah.

Sekarang sudah berbagai kota saya singgahi. Berbagai pulau saya seberangi bahkan sempat mampir ke negri tetangga. Dan saya juga tidak pernah membayangkan bisa tahan lama ternyata bekerja di suatu tempat. Hal pertama yang saya pikirkan saat mendaftar suatu pekerjaan adalah satu hal. Bagaimana caranya keluar. Aneh ya? Bahkan sebelum mulai mendaftar pun saya sudah memikirkan bagaimana caranya untuk berhenti dari pekerjaan itu. Karena saya membayangkan pasti saya tidak betah lama bekerja sebagai pegawai di sebuah kantor atau perusahaan dengan pakaian rapi, bersepatu mengkilat. Karena saya lebih senang berkotor – kotor menciptakan pekerjaan saya sendiri. Jangan anggap remeh pekerjaan yang ada hubungannya dengan sesuatu yang kotor kawan, biasanya dompetnya tebal.

Saya membayangkan pekerjaan kantoran dengan berkas – berkas bertumpuk di depan meja yang tentunya membuat stress dan bosan. Ya, kadang itu terjadi tapi tidak lama. Karena pekerjaan yang saya hadapi berganti ganti. Dan kali ini membawa bermacam – macam pengalaman yang unik. Bertemu dengan berbagai karakter orang dari berbagai suku bangsa bahkan negara.

Berkeliling dengan orang perancis yang entah kuping saya eror atau gimana menysipkan nada sengau saat berbicara. Berhadapan dengan orang kanada yang ternyata tidak memakai blackberry kawan walaupun dibuat di negaranya. Orang itali yang saya sampai frustasi menyebutkan namanya yang sulit walaupun sudah dieja, bahkan orang nya sendiri pun frustasi mengeja namanya untuk saya. Orang amerika yang ternyata salah satu orang penting dan sangat ramah untuk ukuran orang penting. Ibu – ibu yang cukup berumur entah amerika atau Australia yang saya khawatir kenapa – napa karena jalan cukup jauh dan ternyata saya sendiri yang ngos –ngos an. Orang Jepang yang membuat saya kikuk karena berkali – kali saya membungkuk saat membalas ucapan terima kasihnya. Orang Jepang ini salah satu favorit saya. Kenapa? Karena bahasa inggris kami sama – sama kacaunya kawan, hehe.

Belum lagi berbagai pengalaman pekerjaan lapangan yang saya berani jamin tidak akan pernah ada dalam pelatihan apapun atau di bangku sekolah. Pengalaman yang baru tahu kalau kawan sendiri yang mengalaminya.
Satu tahun lebih. Cukup lama mengingat pekerjaan resmi pertama saya tidak bertahan lebih dari dua minggu. Pekerjaan yang sudah cukup membuat saya kaget bahkan di hari pertama kerja. Untungnya di pekerjaan yang ketiga kali ini tidak demikian. Pekerjaan ini bahkan mulai agak menarik kawan. Dan semoga dapat terus begini.

2012/08/12

Berdagang Jangan Berdagang Kalau Banyak Bohongnya

Salah satu profesi yang mungkin tertua di dunia mungkin berdagang. Entah dulu bagaimana cara berdagang dilakukan. Entah dengan menukar barang satu dengan yang lain atau dengan sesuatu benda yang bernilai sebagai standar nilai tukar. Sampai sekarang pun berdagang masih dilakukan tentunya dengan cara yang semakin beragam dan juga memanfaatkan teknologi canggih.

Salah satu yang menggelitik saya dari urusan dagang berdagang ini yaitu bagaimana cara si penjual meyakinkan pembeli. Beberapa waktu lalu saat berburu hp saya coba melihat – lihat hp second di salah satu daerah sentra jual beli hp di bali. Akhirnya saya mulai tertarik pada salah satu counter. Barang secara fisik masih mulus bagus. Harga juga tidak terlalu tinggi dan masih bisa ditawar. Garansi barang pun masih panjang dari garansi resmi. Sangat menarik. Namun saya memutuskan untuk tidak jadi beli. Kenapa? Karena si mas penjual semangat sekali meyakinkan saya. Mungkin secara ilmu marketing hal ini bagus ya? Berusaha meyakinkan calon customer bahwa produk yang dimiliki bagus. Tapi saya bukan tipe orang yang suka dengan cuap – cuap iklan kecap seperti ini. Semakin bersemangat penjual menawarkan sesuatu entah kenapa saya semakin curiga. Pasti ada apa – apanya. Pasti ada sesuatu yang berusaha disembunyikan. Walaupun mungkin kadang si penjual memang sedang menjual barang yang bagus. Kecurigaan saya semakin besar ketika sepuluh menit disitu terdapat kurang lebih lima orang yang komplain barangnya bermasalah. Si mas penjual kelihatan sangat kecewa ketika saya memutuskan melangkah keluar. Sudah berbusa busa ternyata nggak jadi, begitu mungkin pikirnya.

Lebih logis masuk ke kepala saya kalau si penjual melakukan metode apa adanya. Begini kondisinya mas.. kekurangannya ini blab la bla, namun secara umum kualitasnya masih bagus toh ada garansinya. Dan dengan penjual yang tidak terlalu banyak cuap cuap seperti ini akhirnya saya deal, barang berpindah tangan.

Pengalaman saya selanjutnya ketika hunting laptop di salah satu mall pusat IT. Di mall ini cara kerja salesnya agak ekstrim kawan. Enggak beda jauh dengan makelar penumpang di terminal Bungurasih Surabaya. Akhirnya saya mampir ke salah satu kios yang penjualnya kelihatan pasrah menunggu pembeli. Tanya sekilas lumayan, harga cukup miring. Terdapat dua penjual, mas dan mbak, di kios tersebut. Saya terlebih dulu tanya tanya harga ke mas nya. Sekilas harganya cukup lumayan lebih murah. Akhirnya setelah tanya ini itu saya mengulangi pertanyaan yang sama ke si mbak. Dan lucunya si mbak ini memberikan harga yang cukup mahal ditambah penjelasan, di tempat lain nggak ada mas yang semurah ini. Hehe, terlihat sudah, kurang koordinasi. Langsung saya sikat, saya jelaskan kalau si mas memberikan harga yang lebih murah. Si mbak melirik masnya dengan cemberut, campur malu tentunya. Sekalian serang saja, harga saya tawar lebih murah lagi dari yang ditawarkan masnya. Babat habis, gak pake bonus bonusan mbak, saya bilang. Si mbak akhirnya terpojok dan menyebutkan harga. Dan setelah saya muter – muter memang standar harganya di kisaran itu. Namun yang jelas saya tidak beli di situ. Saya hampir saja dibodohi kawan.

Dunia berdagang dan tawar menawar memang unik kawan. Setiap penjual pasti menjelaskan kalau kecapnya nomor satu. Tidak ada kecap yang nomor dua kawan. Jikalau ada lima merek kecap pasti semuanya menjelaskan kalau kecapnya nomor satu. Jadi mau memilih kecap dari penjual yang mana?

Salah satu profesi yang mungkin tertua di dunia mungkin berdagang. Entah dulu bagaimana cara berdagang dilakukan. Entah dengan menukar barang satu dengan yang lain atau dengan sesuatu benda yang bernilai sebagai standar nilai tukar. Sampai sekarang pun berdagang masih dilakukan tentunya dengan cara yang semakin beragam dan juga memanfaatkan teknologi canggih.

Salah satu yang menggelitik saya dari urusan dagang berdagang ini yaitu bagaimana cara si penjual meyakinkan pembeli. Beberapa waktu lalu saat berburu hp saya coba melihat – lihat hp second di salah satu daerah sentra jual beli hp di bali. Akhirnya saya mulai tertarik pada salah satu counter. Barang secara fisik masih mulus bagus. Harga juga tidak terlalu tinggi dan masih bisa ditawar. Garansi barang pun masih panjang dari garansi resmi. Sangat menarik. Namun saya memutuskan untuk tidak jadi beli. Kenapa? Karena si mas penjual semangat sekali meyakinkan saya. Mungkin secara ilmu marketing hal ini bagus ya? Berusaha meyakinkan calon customer bahwa produk yang dimiliki bagus. Tapi saya bukan tipe orang yang suka dengan cuap – cuap iklan kecap seperti ini. Semakin bersemangat penjual menawarkan sesuatu entah kenapa saya semakin curiga. Pasti ada apa – apanya. Pasti ada sesuatu yang berusaha disembunyikan. Walaupun mungkin kadang si penjual memang sedang menjual barang yang bagus. Kecurigaan saya semakin besar ketika sepuluh menit disitu terdapat kurang lebih lima orang yang komplain barangnya bermasalah. Si mas penjual kelihatan sangat kecewa ketika saya memutuskan melangkah keluar. Sudah berbusa busa ternyata nggak jadi, begitu mungkin pikirnya.

Lebih logis masuk ke kepala saya kalau si penjual melakukan metode apa adanya. Begini kondisinya mas.. kekurangannya ini blab la bla, namun secara umum kualitasnya masih bagus toh ada garansinya. Dan dengan penjual yang tidak terlalu banyak cuap cuap seperti ini akhirnya saya deal, barang berpindah tangan.

Pengalaman saya selanjutnya ketika hunting laptop di salah satu mall pusat IT. Di mall ini cara kerja salesnya agak ekstrim kawan. Enggak beda jauh dengan makelar penumpang di terminal Bungurasih Surabaya. Akhirnya saya mampir ke salah satu kios yang penjualnya kelihatan pasrah menunggu pembeli. Tanya sekilas lumayan, harga cukup miring. Terdapat dua penjual, mas dan mbak, di kios tersebut. Saya terlebih dulu tanya tanya harga ke mas nya. Sekilas harganya cukup lumayan lebih murah. Akhirnya setelah tanya ini itu saya mengulangi pertanyaan yang sama ke si mbak. Dan lucunya si mbak ini memberikan harga yang cukup mahal ditambah penjelasan, di tempat lain nggak ada mas yang semurah ini. Hehe, terlihat sudah, kurang koordinasi. Langsung saya sikat, saya jelaskan kalau si mas memberikan harga yang lebih murah. Si mbak melirik masnya dengan cemberut, campur malu tentunya. Sekalian serang saja, harga saya tawar lebih murah lagi dari yang ditawarkan masnya. Babat habis, gak pake bonus bonusan mbak, saya bilang. Si mbak akhirnya terpojok dan menyebutkan harga. Dan setelah saya muter – muter memang standar harganya di kisaran itu. Namun yang jelas saya tidak beli di situ. Saya hampir saja dibodohi kawan.

Dunia berdagang dan tawar menawar memang unik kawan. Setiap penjual pasti menjelaskan kalau kecapnya nomor satu. Tidak ada kecap yang nomor dua kawan. Jikalau ada lima merek kecap pasti semuanya menjelaskan kalau kecapnya nomor satu. Jadi mau memilih kecap dari penjual yang mana?

2012/07/24

Rumah

Akhir – akhir ini saya punya hobi baru yang nyeleneh kawan. Tiba – tiba antusias dengan hal – hal yang berhubungan dengan arsitektur, desain rumah, material bangunan dan sebagainya. Bahkan kalau pas mampir ke mall yang ada pusat peralatan rumah tangga saya bisa betah berlama – lama. Walaupun di dalamnya tidak membeli apa – apa dan cuma melongo melihat berbagai pernak pernik rumah yang sangat beragam. Sementara hanya bisa berandai – andai pingin rumah yang seperti apa kelak.

Hmm, rumah seperti apa ya yang menarik? Yang jelas saya tidak terlalu suka rumah dengan nuansa etnik. Entah kenapa rumah dengan banyak benda benda etnik kok terkesan suram menurut saya. Saya lebih suka rumah yang minimalis tidak terlalu banyak sekat, dan bernuansa cerah.

Rumah ini harus cukup untuk keluarga mini dengan dua atau tiga anak. Lingkungannya normal dan sehat. Tidak perlu yang mewah. Yang sederhana saja namun kesan “rumah” nya sangat terasa. Karena rumah bukan hanya tempat tinggal. Rumah dan keluarga harus menjadi magnet yang bisa menarik anggota keluarganya untuk kembali entah seberapa jauhnya berpetualang nantinya.

Kalau masih ada ruang nganggur saya juga ingin pusat entertainment mini. Beberapakali saya lihat iklan mesin karaoke di Koran atau majalah. Kelihatannya menarik juga punya benda seperti ini, hehe. Bisa bengak bengok sepuasnya setelah capek bekerja.

Rumah ini juga harus dapat mendukung setiap anggota keluarganya untuk berkembang. Apabila nanti ada malaikat – malaikat kecil yang lahir, rumah harus bisa menjadi pendukung kreatifitas. Saya tidak ingin terlalu sayang rumah dari pada malaikat – malaikat kecil ini. Terserah bagaimana asal positif dan mendukung kreatifitas. Mau menggambari dinding? Silahkan. Kalau perlu anggap saja dinding rumah adalah kanvas raksasa untuk melukis. Lukisan atau gambar yang unik bisa langsung dikasih bingkai. Saya tidak ingin terlalu cerewet, eh adik nggak boleh coret coret ya.. dik jangan nanti pecah, awas nanti karpetnya kotor dan sebagainya. Namun tentu aturannya silahkan kalau di rumah sendiri. Jangan rumah orang digambari.

Hmm… Rumah. Sebuah mimpi yang besar (sebesar cicilannya tentunya, hiks).

2012/07/04

Negaraku oh Negaraku

  
 
Apa yang kawan semua dengar di televisi akhir – akhir ini? Kasus korupsi yang menjadi jadi (bahkan Al Quran pun dikorupsi), kemiskinan di berbagai penjuru negri, kesemrawutan dan berbagai hal negatif lainnya. Apa mungkin karena negara ini terlalu luas? Jadi sulit untuk mengaturnya. Walaupun sebenarnya luasnya area ini sebenarnya bisa diatur dengan sistem yang baik dan berjalan dengan baik pula.





 Beberapa waktu lalu saya berkesempatan diajak ke negara tetangga kita yang terkenal dengan ikon singa berbuntut ikan ini. Negara yang kecil mungil dibandingkan dengan Indonesia yang membentang begitu luasnya. Namun jangan salah. Negara ini adalah salah satu yang termaju di Asia. Berbagai pusat perekonomian penting ada di sini.



Begitu menginjakkan kaki aura kemegahan sudah terasa. Bandara yang mewah dan lapang, dan herannya lengang. Padahal bandara ini salah satu yang tersibuk di asia. Namun dengan pembagian yang baik tidak begitu terlihat penumpukan penumpang. Lantai karpet empuk di sepanjang perjalanan layaknya hotel berbintang.


salah satu titik di universal studio

Keluar dari area bandara aura tersebut semakin kuat. Melihat kondisinya cukup aneh mengingat negara ini hanya sejengkal saja dari negara kita. Sama sekali berbeda. Mobil mobil mewah aneka jenis seliweran. Sangat beragam, nggak melulu avanza dan kijang. Jalanan dan gedung tertata dengan baik. Berbagai fasilitas tersedia dengan lengkap. Terlihat sekali disini membangun sesuatu nggak setengah – setengah. Kalau bisa yang paling modern, paling canggih, paling besar, dan paling paling yang lainnya.

Kontrasnya kondisi disini membuat saya bertanya tanya. Selama ini kita kemana saja ya? Seolah olah waktu di negara kita di – pause saat negara tetangga ini asik membangun mengembangkan diri. Setelah negara ini maju baru tombol resume dipencet dan kita akan melongo melihat ketertinggalan.

Tentu semua fasilitas super lengkap tersebut ada tapinya. Fasilitas tersebut nggak gratis kawan. Semua ada pajaknya. Lewat di jalan sekalipun ada tarifnya. Semua juga ada aturannya. Melanggar aturan? Siap siap kena denda. Dan jangan kawatir untuk berkelit dari denda, karena wajah manis anda saat melakukan pelanggaran terekam di cctv yang seabrek tersebar di berbagai sudut seolah olah cctv disini gratisan. Bahkan di dalam bus sekalipun ada cctv. Banyaknya denda ini bahkan mengilhami pembuat gantungan kunci dengan mengabadikan denda – denda tersebut di karyanya.

Dengan kondisi yang lebih maju dan daya beli yang tinggi sebanding dengan harga – harga berbagai produk. Terlebih banyaknya produk yang diimpor dari luar negri menyebabkan harga melambung. Beberapa barang yang saya amati dan saya bandingkan harganya malah lebih murah di Surabaya, bahkan sampai setengahnya. Dengan harga ini toko – toko tetap ramai pengunjung. Dan diantara pengunjung – pengunjung tersebut terdengar bahasa Indonesia, bahkan bahasa jawa suroboyoan. Banyak juga ternyata rekan senegara disini.

Disini semua sudah tersistem dengan baik. Dan hebatnya sistem tersebut juga berjalan dengan baik. Melanggar sistem? Siap – siap saja kena hukuman atau denda.


Menginjak tanah sendiri di negeri orang

Namun walaupun dengan kondisi fasilitas yang serba wah ini saya tetap memilih negara saya sendiri kawan. Negara yang luas dan kaya  yah walaupun masih sedikit carut marut di sana sini. Bayangkan beberapa hari di sini saya sering kali melewati jalan yang sama. Beberapa area juga hasil reklamasi (tanah dari negara kita tentunya), yang semakin menandakan sempitnya negara ini. Saking sempitnya bahkan akan direncanakan memanfaatkan bawah tanah (walaupun sekarang juga sudah digunakan untuk tempat parkir misalnya. Di sini saya juga tidak menemukan sesuatu yang khas yang memang benar benar hasil karya budaya asli. Semuanya buatan manusia.

Lagi pula di negara inipun tetap saja ada sisi lainnya. Golongan yang terpinggirkan. Satu dua masih ada penjual di sebelah halte dengan sepeda butut. Kayaknya apes banget jadi yang terpinggirkan di negara ini. Bayangkan kawan mengayuh sepeda butut diantara kumpulan maserati dan jeep. Yah, setidaknya jadi orang susah di negara kampung halaman bisa agak bernafas, karena lebih banyak temannya, hehe.

Beberapa hari disana akhirnya kembali ke kampung halaman. Kembali berhadapan dengan seliweran nggak jelas kendaraan, jalan berlubang, fasilitas rusak. Ah sebodo amat, tarik nafas dan tersenyum. Ini negeriku. Tempat terbaik di seluruh dunia. Dan harus bersyukur karena diluar sana masih banyak yang serba kekurangan.









Ya, Manusia Bisa Berubah

Lagi – lagi saya dibuat geleng – geleng dengan makhluk yang dinamakan manusia. Ternyata banyak sekali dalam hidup ini yang saya belum pahami kawan. Bahkan memahami makhluk yang bernama manusia. Dua puluh tahun lebih saya menjadi manusia ternyata apa yang saya ketahui masih seujung kuku saja.

Ternyata manusia mirip – mirip dengan grafik forex. Sebentar – sebentar berubah tergantung pasar. Beberapa orang yang saya kenal mengalami transformasi yang signifikan. Diluar dugaan.Yang dulu begini sekarang begitu. Yang dulu begitu sekarang begini. Kaget, pangling, heran. Apalagi saya dulu sama sekali tidak memiliki yang namanya jejaring sosial. Entah saya ketinggalan berapa ribu episode tentang orang –orang yang saya kenal.

Perubahan – perubahan tersebut membuat saya memikirkan sesuatu. Lantas bagaimanakah kita benar -  benar mengetahui tentang seseorang. Puluhan tahun menjadi teman belum menjamin kita benar – benar mengenal seseorang. Terus terang saya belum menemukan teori untuk masalah ini. Bingung.

Ketika kita benar benar yakin bahwa orang yang kita kenal tersebut tipe A ee ternyata berjalannya waktu berubah menjadi tipe B. Orang yang kita kira tipe B ee ternyata malah tipe A. Dan hal ini lumayan krusial. Kepercayaan terhadap orang  -orang yang kita kenal menjadi berkurang. Kita akan berpikir, jangan – jangan si ini begitu, si itu begini. Berprasangka buruk. Dan semakin deg deg an juga bagaimana memilih orang yang, ehem, mungkin kita akan membagi hidup.

Saya sendiri pun perlu berkaca. Memejamkan mata membayangkan diri saya beberapa tahun yang lalu. Membuka mata dan melihat diri saya yang sekarang. Apa saya juga berubah ya? Jangan – jangan saya berubah tanpa saya sadari? Kalau tambah jelek, item dan tua itu sudah wajar, nggak usah ditanya. Namun apa saja yang berubah di dalam diri saya?

Memang ada beberapa orang yang saya kenal yang saya yakin dan saya percaya masih tetap seperti yang dulu yang saya kenal. Bagaimana saya mempercayainya? Entah. Saya sendiri tidak tahu. Seperti itulah yang saya rasakan. Mungkin saja apa yang saya percayai salah. Namun saya tetap memilih untuk percaya.

Mungkin ini mengapa kita diajarkan untuk berprasangka baik saja. Ya, setidaknya dengan berprasangka baik tidak merugikan orang yang sebernarnya baik tapi kita sangka buruk. Toh berprasangka baik kepada orang yang sebenarnya tidak baik pun juga nggak rugi. Mungkin ini teori yang tepat. Kawan, terserah bagaimana penampilan anda, sikap anda, perubahan anda, saya akan berprasangka baik saja. Dan bagaimanapun anda kita akan tetap berkawan.

2012/05/09

Reuni Para Perantau

Hidup di tempat yang jauh ternyata terkadang membuat kita menemukan keunikan – keunikan tersendiri kawan. Seperti yang baru saja saya alami. Di sebuah warung Tahu Tek khas Surabaya di pelataran sebuah agen travel. Saya dan teman saya duduk satu meja dengan dua orang bapak – bapak, dan satu orang lagi bapak yang datang sendirian.

Awalnya kami pun mengobrol sendiri – sendiri, tentu saja karena tidak mengenal satu sama lainnya. Akhirnya setelah tercetus nama – nama jalan di Solo oleh bapak yang datang berdua, teman saya pun menyahut. Ya, teman saya dari Solo kawan. Setelah mengobrol beberapa saat si Bapak ini pun menyebut Malang. Nah, yang ini saya paham. Saya pun ikut nimbrung dalam pembicaraan. Dalam satu meja tersebut semua berbahasa jawa, dua Bapak dari malang, satu dari Surabaya, dan teman saya dari Solo.

Lega rasanya bisa berbahasa jawa lagi ceplas ceplos. Mendengar si Bapak dari Malang ini kuping saya menemukan sesuatu yang ternyata sudah lama tidak saya dengar dan saya kangen. Logat orang Malang. Masih terasa sekali boso malangan nya. Rumah si Bapak inipun juga mepet dengan kampus saya semasa kuliah di Malang. Saya bahkan sering blusukan ke gangnya karena lebih cepat sebagai jalan pintas.

Dan tiba – tiba saja kami semua seolah – olah akrab dan mengobrol ngalor ngidul dengan santai. Dari topik yang dibicarakan terlihat sekali bapak – bapak ini bukan perantau newbie (seperti saya). Mungkin levelnya sudah perantau holic atau perantau donatur (kaskus mode on). Sering sekali membicarakan daerah  A B C dan sebagainya. Entah pengalaman apa saja yang sudah dilibas habis oleh bapak –bapak ini.

Tahu tek yang terhidang mungkin sudah ludes dalam hitungan menit. Namun obrolan di warung ini berlangsung hampir sejam. Bahkan kami pun membubarkan diri bareng bareng. Setelah saling menyapa kamipun menuju arah kami masing – masing.

2012/05/06

Cermin

Dari beberapa pengalaman yang saya alami, semakin saya menyadari ternyata dunia ini sangat beragam ya kawan? Terutama salah satu makhluk di dunia yang bernama manusia. Setiap individu manusia memiliki peran tersendiri. Kadang saya berpikir kenapa si anu yang ketiban apes dapat peran ini sedangkan si itu dapat peran yang lain.

Yang ketiban dapat peran yang “tidak terlalu menarik” pun mengeluh. Mengapa kondisinya begitu – begitu saja. Kok saya begini, kok si itu si anu bisa enak dapat peran ini itu. Memang faktor nasib juga sangat menentukan. Namun ternyata tidak sepenuhnya demikian.

Sekarang baru saya menyadari bahwa kadang peran yang diterima ya memang cocok dan layak peran itu. Dan saya tidak bisa membayangkan apabila peran yang diterima oleh orang tersebut krusial dan penting mungkin jadinya bisa kacau berantakan. Mungkin ketika diamati sekilas kita akan bersimpati. Namun setelah agak memahami kita akan berpendapat, o ya memang sudah begitu seharusnya.

Dan ujung – ujungnya apabila orang tersebut atau bahkan kita sendiri tidak puas dengan peran yang diterima akan bertanya – tanya kepada Sang Pemberi Peran. Kok saya begini kok saya begitu. Mungkin kita akan berdoa begini, “Tuhan, kenapa kok kondisi saya begini, jadikanlah saya Presiden Direktur saja ya Tuhan…Biar dapat gaji banyak mobil mewah tanah luas dimana - mana”. Mungkin Tuhan akan heran, “Hellooo?? La kamu siapa minta seperti itu”. Terkadang kita memang meminta sesuatu tanpa melihat bagaimana diri kita sebenarnya. Sebenarnya layak nggak sih kita dengan apa yang kita minta? Sudah berimbangkah apa yang kita lakukan dengan apa yang kita minta?

Mungkin sebaiknya teorinya diubah begini. Selain mengeluh dan meminta bagaimana kalau kita mengupgrade diri agar sesuai dengan yang diminta. Ingin jadi supir misalnya bagaimana kalau kita mengupgrade diri kita agar bisa mengoperasikan kendaraan dengan belajar menyetir.

Tuhan memang Maha Pemurah. Namun setidaknya kita punya “modal” untuk memperoleh kemurahan itu. Agaknya kurang enak juga apabila kita menengadahkan tangan saja tanpa usaha. Dan kembali lagi, yang mempunyai hak mutlak di acc atau tidak permintaan kita hanya Tuhan. Jungkir balik berusaha (yang menurut kita mentok maksimal) kok tetep peran kita itu itu saja. Diambil saja hikmahnya. Mungkin Tuhan sedang menyelamatkan kita dari peran lain (yang sebetulnya kita minta) yang kita mungkin tidak cocok didalamnya.

2012/04/26

Mengurus Paspor Sendiri = Mudah = Murah

Paspor. Mendengar kata yang terbentuk dari enam huruf ini pasti bayangan kita mengurusnya pasti sulit, berbelit – belit dan dana yang harus disiapkan tidak sedikit. Setidaknya itulah yang saya kira pada awalnya.

Ternyata tidak kawan. Yang dibutuhkan hanyalah beberapa dokumen, dua lembar seratusan ribu, selembar lima puluh ribu, selembar lima ribu, dan sedikit meluangkan waktu. Bagaimana caranya? Yuk mari disimak di bawah ini.

Awalnya saya mendaftar melalui paspor online yang ada di website resmi imigrasi. Isi data data yang diperlukan dengan benar. Tentunya tidak sulit. Apalagi yang sudah familiar dengan facebuk dan sebagainya, prosesnya mirip. Mengisi informasi yang diminta. Isi dengan benar sesuai dokumen yang dimiliki. Setelah itu kita diminta untuk mengupload beberapa berkas sesuai dengan persyaratan paspor yang kita minta. Saya upload hasil scan dari Kartu Keluarga, Akte kelahiran dan KTP. Beres menguplad doumen yang diminta kita bisa menentukan kapan kita ingin datang di kantor imigrasi terdekat. Pilih kantor imigrasi dan hari yang diinginkan. Tidak harus kantor imigrasi dengan lokasi yang sama dengan ktp. Dimana saja boleh kok. Saya berasal dari Jawa Timur dan saya mengurus paspor di Renon, Denpasar, Bali. Setelah proses selesai kita akan diberi bukti pendaftaran yang didalamnya terdapat bar code. Cetak bukti pendaftaran ini sebagai bukti.

Pada hari yang ditentukan datang ke kantor imigrasi yang sudah dipilih. Jangan lupa sebelum berangkat siapkan Kartu Keluarga, Akte Kelahiran dan Akte asli untuk ditunjukkan dan kopinya untuk diserahkan. Dilengkapi dengan bukti pendaftaran yang sudah dicetak.

Di kantor imigrasi sudah tersedia loket – loket dengan urutan tertentu. Tenang saja, nggak usah bingung. Nama kita akan dipanggil ke loket berapa. Prosedurnya menyerahkan dokumen, membayar di kasir (tarif resmi), foto biometri, dan wawancara.

Dari rangkaian tersebut mungkin yang paling membuat penasaran adalah wawancara. Tenang, wawancaranya bukan di ruang gelap dengan satu sorot lampu seperti ruang interogasi. Pertanyaannya pun ringan saja. Konfirmasi nama, pekerjaan, alamat dan sebagainya apakah sudah benar dengan yang ditulis. Selain itu akan ditanya keperluan ke luar negrinya dalam rangka apa. Kalau untuk urusan legal dan masuk akal, bukan untuk mengebom sesuatu maka tidak usah kawatir. Wawancaranya pun singkat sekitar 5 menit. Beres sudah. Saya datang ke kantor imigrasi jam setengah Sembilan pagi dan jam setengah sebelas sudah selesai.

Empat hari kemudian paspor sudah bisa diambil di kantor imigrasi tersebut. Total biaya yang saya habiskan adalah Rp. 255rb untuk paspor, Rp 2000 untuk fotokopi, Rp. 6000 untuk materai, Rp 1000 untuk parker, tambah Rp 6500 untuk pocari sweat biar nggak dehidrasi Gimana? Mau mencoba?

2012/04/16

Menseting Ulang Mode Auto Pilot Tubuh


Untuk kesekian kalinya ternyata saya harus pindah kantor lagi. Setelah mulai agak akrab dan nyaman dengan suasana tempat kerja ternyata harus pindah lagi. Dan kali ini, di tempat baru, banyak sekali hal yang berbeda. Tidak hanya masalah pekerjaan yang ditangani tapi juga rutinitas harian.

Di tempat sebelumnya rutinitas sudah terbentuk. Dengan alamiah tubuh saya sudah menemukan sendiri mode auto pilot. Saat – saat dimana tanpa diminta pun tubuh akan melangkah sendiri sesuai dengan rutinitas yang biasa dilakukan. Pagi bangun, sholat (terus tidur lagi, hehe) bangun agak siang kadang sarapan kadang tidak, mata masih setengah terpejam menyambar handuk di sebelah kamar kos, terhuyung huyung ke kamar mandi. Setelah mandi nonton ceramah mamah dede sambil sesekali pencet channel berita. Setengah delapan pasang sepatu, turun ke lantai satu, buka pagar putar kunci kontak motor meluncur ke kantor, parkir, naik ke lantai 4 pake lift duduk di meja, buka laptop setelah sebelumnya pasang kabel adaptor. Pulang kerja cari makan, kalau pas ada acara ya keluar sebentar makan malem atau kemana, sampe kos tidur atau nonton tv. Begitu seterusnya. Saat – saat autopilot saya bekerja.

Di sini, di tempat baru banyak hal berbeda. Disini waktu yang digunakan berbeda kawan. WITA. Seolah olah saya berangkat kerja sejam lebih awal dan pulang sejam lebih awal. Jam 5 pagi masih gelap gulita dan jam 6 petang masih terang benderang. Aneh. Semua acara tivi harus menambah satu jam. Disini Han Ji En seri drama korea Full House mulai jam 9, satu – satunya film korea yang saya tonton.
Bahasa berbeda, makanan juga berbeda. Tidak boleh lagi sembarangan masuk warung dan makan. Harus dicek dulu boleh tidak saya makan. Jalan – jalan yang dilalui masih asing dan aneh. Nama – nama jalan yang sebelumnya tidak pernah saya dengar. Ruas jalan disini lebih sempit kawan.

Tidak terasa sudah dua minggu saya disini. Cepat juga waktu berjalan (mungkin karena tidak pernah libur). Masih mencoba menemukan setingan autopilot. Cari setingan rutinitas yang tepat, entah sekedar tempat beli aqua gallon atau isi pulsa. Mencoba menghapal lajur jalan (holder gps saya terjatuh entah kemana saat repot angkut barang). Mencoba memahami waktu yang berjalan (saya pakai 2 waktu WIB dan WITA). Tinggal mencari setingan transportasi pulang yang cocok (sudah survey lokasi terminal, entah jalannya masih ingat atau tidak).

Kerasan nggak ya saya disini? Masih belum tahu juga. Berusaha untuk menemukan rutinitas baru dan menikmatinya.

2012/03/21

Pelayanan Buruk, Pedagang Kecil Akan Semakin Terkikis Termakan Korporasi Raksasa

Sore ini karena agak flu saya mampir ke apotik untuk membeli obat. Ternyata pengunjung sedang ramai. Saya pun mengantri. Akhirnya setelah giliran saya si ibu penjual bertanya "beli apa mas". Setelah diambilkan obat yang dimaksud si ibu menyebut harga Rp. 3600. Saya menyodorkan uang lima puluh ribuan. "uang pas saja" jawab si ibu. Saya pun mengambil uang saya yang lain dan saya tunjukkan kalau saya tidak punya uang kecil. Si ibu menambahkan lagi, "ditukar dulu mas, gak ada kembalian" dengan agak cuek. Tanpa banyak ba bi bu saya langsung pergi. Bukan untuk menukar uang kawan, namun beralih ke minimarket di sebelah apotik tersebut. Tidak sampai lima menit obat sudah saya dapat tanpa repot mengurusi uang kembalian. Bahkan saya juga nambah membeli pulsa 50 ribu rupiah karena ada promo bonus senilai Rp.6500. Bayangkan saja, pulsa 50ribu seharga 50ribu plus gratis produk senilai 6500.

Di daerah tempat kos saya, setiap gang ada minimarket ini. Minimarket ini beranak lebih cepat dari kucing saya di rumah. Beberapa bulan saya disini sudah nambah 1 lagi. Sebenarnya kalau di toko / warung kecil ada saya akan mengutamakan warung / toko kecil tersebut. Namun seringkali memang saya harus kecewa karena pelayanan yang tidak memuaskan. Entah kembalian dikasih permen, atau bahkan tidak ada kembalian sama sekali, produk lama yang kadang kadaluarsa dan sebagainya.

Padahal toko / warung kecil ini merupakan tumpuan hidup pemiliknya. Entah apa jadinya kalau warung ini tidak laku. Bagaimana dengan nasib keluarganya? Disisi yang lain minimarket bermunculan dengan cepat meresap ke kampung kampung ke desa desa. Dengan pelayanan yang terstandar, produk yang lengkap dan baru, tempat yang bersih dan megah, berbagai promo yang menggiurkan mulai dari wafer coklat sampai dengan ipad 2.

Mungkin saya dengan mudah tidak ambil pusing. Toh bukan saya yang punya warung ngapain repot repot. Beli saja di minimarket. Praktis nggak pake emosi. Terus terang, lama kelamaan pemikiran ini yang mulai masuk.

Untuk bapak - bapak, ibu-ibu pemilik toko/warung monggo pelayanan ditingkatkan. Seharusnya dengan toko/warung yang dimiliki sendiri pelayanan juga harusnya lebih baik dari mas mas atau mbak mbak penjaga mini market. Saingan anda bukan lagi toko tetangga sebelah gang. Saingan anda korporasi raksasa dengan manajemen yang bagus dan modal yang besar. Dengan pelayanan yang baik akan menjamin tetap datangnya pelanggan. Mungkin barang anda tidak lengkap, toko anda sempit dan gelap, namun setidaknya dengan senyum tulus yang diberikan pelanggan menjadi puas.

2012/03/19

Mencari Kerja

Cari Kerja. Sudah cukup lama kata ini tidak terlintas di benak saya. Yup, alhamdulilah akhirnya saya menemukan pekerjaan yang lumayan menarik di salah satu BUMN. Kata ini kembali terlintas setelah perbincangan saya dengan rekan seperjalanan saya semalam saat pulang kampung.

Di bis yang saya tumpangi duduk di sebelah saya mbak-mbak berjilbab. Setelah saya mengambil buku seri mewarnai 3 biji 10 ribu rupiah yang ditaruh di kursi sebelah saya oleh penjual asongan, si mbak ini pun duduk.

Saya tipe orang yang jarang ngobrol dengan orang baru kawan. Saya akan diam ketika berhadapan dengan orang yang tidak dikenal namun akan tidak bisa diam jika berhadapan dengan orang yang saya sudah akrab. Makanya setelah mempersilahkan si mbak ini duduk saya pun kembali ke hp saya, membalas beberapa chat sambil buka-buka portal berita.

Akhirnya setelah pembicaraan singkat, ketika saya mengomentari sesuatu, obrolan pun dimulai. Si mbak bertanya kepada saya, “baru pulang kerja mas?”. Mungkin karena saya masih memakai celana bahan si mbak menyimpulkan demikian. Padahal sepatu pantofel sudah saya masukkan tas berganti sandal gunung eiger. “iya mbak” jawab saya, “mbak sendiri baru pulang kerja juga?”. Si mbak menjawab, “baru tes daftar kerja”. Ternyata si mbak ini baru mengikuti tes Bank Indonesia.

Pembicaraan pun mengalir selanjutnya. Si mbak ini ternyata adik angkatan saya se almamater saat kuliah namun berbeda jurusan. Ada teman saya yang juga temannya seangkatan, dunia ini ternyata cukup kecil kawan. Walaupun saat ini sudah bekerja namun mencoba untuk mendaftar lagi karena masih outsourcing.

Sepanjang perjalanan kami saling bercerita pengalaman masing – masing ketika mencari pekerjaan. Obrolan ini menghilangkan kantuk saya. Padahal seharian di kantor saya mengantuk efek dari menonton Minority Report nya Tom Cruise sampai tengah malam. Biasanya sampai di bis saya pasang head set dan tidak berapa lama langsung terlelap. Di perjalanan kali ini saya tidak tidur barang sejenak. Bahkan detik terakhir sampai si mbak beranjak dari tempat duduk untuk turun saya masih mengobrol.

Dari jauh saya perhatikan si mbak langsung disambut oleh bapak-bapak yang mungkin bapak dari mbak tersebut. Kelihatan sekali kalau si bapak sudah menunggu-nunggu kawatir. Si mbak kemudian digandeng masuk ke avanza warna silver yang sudah terparkir.

Di bus saya masih kepikiran dengan rangkaian kejadian tadi, bukan karena si mbak cantik lo ya, hehe. Rangkaian kejadian tersebut membawa saya sekitar setahun lalu. Mirip sekali. Saat saya juga seperti si mbak sedang mengikuti tes kerja. Saat pulang tes yang sudah larut malam, ketika turun dari travel orang tua saya sudah menunggu untuk menjemput. Mirip sekali dengan yang baru saya saksikan tadi.

Untuk si mbak semoga tesnya lancar dan bisa diterima. Kalaupun memang belum diterima jangan putus asa. Bukan berarti anda memiliki kemampuan yang kurang. Dari cara anda berbicara saya yakin anda orang yang cerdas dan memiliki kemampuan, hanya kesempatan tersebut bukanlah yang terbaik. Akan ada kesempatan lain yang jauh lebih baik nantinya. Namun apabila nantinya diterima semoga tetap rendah hati dan bersyukur, bahagiakan orang tua anda. Namun yang pasti tetap usaha dan diiringi doa dan pasrah. Just do the best, and God will take care the rest.

2012/02/28

Belajar Kamera – Manual Focus

Salah satu catatan saya dalam mempelajari fotografi, foto diambil menggunakan kamera pocket dengan fitur setting manual bukan DSLR.

Salah satu fitur menarik kamera dengan setting manual adalah tersedianya fitur manual focus. Seperti namanya dengan fitur ini kita bisa memmilih bagian mana dari obyek yang ingin kita fokuskan. Dengan fitur ini bagian yang difokuskan menjadi jelas dan bagian lain kabur / blur.

Contoh dapat dilihat pada foto ulat yang saya ambil di halaman rumah saya ini. Perhatikan perbedaan letak fokus.

Fokus adalah landscape di belakang ulat, ulat terlihat blur


Fokus terletak pada ulat, landscape di belakang ulat blur

Tunggu artikel berikutnya...


2012/02/09

Grafik Denyut Jantung Hidup


Pernah liat grafik yang ditunjukkan oleh alat pengukur denyut jantung? Entah di sinetron atau apa. Grafik yang ditunjukkan kadang naik kadang turun dengan cepat. Grafik itu seirama dengan mesin utama tubuh alias jantung. Mesin kehidupan. Dan grafik itu juga dapat menggambarkan kehidupan dalam skala yang lebih luas, yang kadang naik kadang turun, kadang apes kadang beruntung.

Hari itu seperti biasa tidak ada yang aneh saya berangkat ke tempat kerja. Karena ada suatu hal saya langsung berpakaian batik walaupun biasanya memakai training dan kaus olahraga karena hari jumat. Sesampainya di kantor saya diserahi kamera. Kebetulan sedang ada kunjungan kapal cruise pada hari itu. Lumayan, dengan kamera ditangan saya melangkah menuju lokasi. Disini grafik menurun pertama terjadi. Baru beberapa jepretan saya dimarahi disuruh minggir sama petugas. Walaupun saya sudah bilang kalau “bolo dewe” alias satu perusahaan tetep disuruh minggir. Ok, fine. Memang aturannya demikian, area harus steril. Namun yang tidak mengenakkan adalah di area bahkan lebih dekat dari saya tadi banyak orang dengan santainya jepret jepret. Bahkan orang yang memarahi saya tadi mengeluarkan kamera poketnya. Saya cuma bisa ngelus dada. Padahal tugas saya mengambil gambar. Akhirnya dengan mengedepankan prinsip cuek saya mulai jepret lagi, tapi saya terlanjur kehilangan beberapa momen penting.

Skenario hidup saya berikutnya pada hari itu membantu mempersiapkan, mengikuti, dan mendokumentasikan rapat. Setelah semua persiapan beres, undangan datang tinggal duduk menonton presentasi. Tiba-tiba saya kebelet pipis. Menyelinap keluar ke kamar kecil dulu. Kamar kecil kosong, aman tidak perlu antri. Selesai melakukan “rutinitas” terjadi sesuatu. Resleting saya copot! Asem bener. Benar benar pada saat yang tidak tepat. Sudah saya lakukan berbagai upaya dengan peniti bahkan saya jahit (beresiko saya tidak bisa pipis lagi) tetep gagal. Akhirnya dengan peniti seadanya saya kembali ke ruangan. Untung baju batik saya lumayan kombor. Cukup mengelabui. Saat rapat berlangsung saya melakukan tugas berikutnya yaitu dokumentasi. Dokumentasi?? Ampun. Dengan kondisi celana seperti ini tugas memencet tombol shutter kamera rasanya sulit sekali. Karena saya otomatis harus mondar mandir. Semoga audience tertuju pada presentasi atau mungkin kamera Nikon mahal ini.

Karena hari masih panjang, dan sepanjang hari itu tentu saja saya harus memakai celana, saya pinjam motor teman, saya putuskan ganti celana dulu di kos yang lumayan dekat. Karena dekat saya pun tidak membawa STNK. Ternyata grafik menurun belum berakhir. Ketika kembali ke kantor saya berpapasan dengan razia pulisi. Klop deh. STNK nya mas? Dengan mesam mesem nggak jelas, ingah ingih, saya jawab “lupa pak”. Dan langsung saya tambahkan “saya mintakan tolong diambilkan pak, segera,”. Setelah beberapa saat kemudian (agak lama), teman saya, yang juga sekaligus pemilik motor yang kini tersandera bersama sim saya datang membawakan STNK nya. Saya hampiri pak petugas yang menahan saya, saya tunjukkan stnknya saya pun diperbolehkan lanjut.

Grafik mulai naik ketika sore harinya saya pulang kampung. Bersama beberapa rekan saya menuju terminal bus antar kota antar provinsi naik Damri. Sempat macet sejenak namun selebihnya perjalanan lumayan lancar. Sampai di terminal saya seolah tidak percaya ada bus dominasi putih dengan grafis orange di salah satu pintu keberangkatan bus patas. Saya sudah membayangkan dan sudah agak mempersiapkan untuk perang. Biasanya sebelum bis berhenti saja sudah dikerubuti penumpang yang mau naik. Berhenti nggak sampai 10 menit sudah penuh. La ini seolah – olah menunggu kedatangan saya baru berangkat. Patas, Ac, reclining seat, lajur kiri 2 kanan 2. Hmm. Kejutan yang menaikkan grafik saya selanjutnya terjadi ketika bus sudah melaju. Ternyata bus ini langsung ke tempat tujuan saya, bisa turun di depan rumah. Biasanya karena hanya ada jam tertentu yang saya tidak hapal saya asal naik patas dan harus oper lagi. Dan grafik naik lagi karena tarifnya ternyata sama saja. Namun ditengah perjalanan saya kealam mimpi di kursi reclining seat yang empuk saya terganggu oleh suara orang telepon dan menyetel lagu (seperti lagu daerah, entah bahasa mana). Dua orang ini duduk sebaris di seberang baris saya. Dari suaranya hp yang dipakai kelihatanya HP cina dengan speaker yang kerasnya minta ampun. Dan parahnya suara keras ini tanpa bas atau apa. Mirip kerongkongan kering dipaksa berteriak. Parau. Sementara sebelahnya asyik telpon dengan loudspeaker keras. Di ujung sana terdengar suara wanita ganjen. Headset saya yang tipe kedap suara pun tidak mampu mengatasi. Untung akhirnya (mungkin karena kupingnya sendiri sudah capek) suara hp mirip kerongkongan kering ini berhenti. Hal yang akan saya lakukan sejak awal kalau jadi orang tersebut. Karena semakin keras dan cempreng suara hp anda menunjukkan harganya juga cempreng.

Perjalanan selanjutnya aman dan nyaman. Segera setelah suara parau hp itu lenyap saya tertidur pulas dan baru bangun saat dekat rumah. Benar – benar perjalanan tersingkat. Turun dengan aman di depan rumah.

Kipas Angin


“Anda mendapatkan uang tunai 10jt rupiah, dan harus anda belanjakan selama 1 jam”. Adegan berikutnya ibu –ibu atau bapak – bapak tergopoh gopoh segera berlari. Bahkan sebagian dengan berlinangan air mata. Pernahkah kawan menonton kejadian tersebut di layar kaca? Yup, Uang kaget. Salah satu reality show yang dulu sering saya tonton. Dalam acara tersebut penerima hadiah harus membelanjakan uang yang diterima dengan waktu tertentu. Kelihatannya mempermainkan orang susah, kalau niat mau ngasih ya dikasih saja, begitu dulu banyak yang mengkritik.

Terlepas dari kontroversinya saya belajar banyak hal dari tayangan ini. Dan ada satu hal yang menarik perhatian saya. Terdapat kesamaan diantara orang – orang yang menerima hadiah tersebut. Benda prioritas yang dibeli menggunakan uang hadiah itu bukan barang yang mewah / bagaimana. Sederhana kawan. Kipas angin. Dulu mungkin saya heran dengan keputusan ini. Bayangkan waktu yang terbuang sia sia berlari lari hanya untuk membeli kipas angin. Mungkin sebagian dari kita pasti berpikir benda yang nantinya bisa dijual lagi. Namun ternyata, malah membeli kipas angin.

Dan akhirnya saya tau jawabannya. Tahukah benda pertama yang saya beli di kos di kota pahlawan ini? Tidak lain tidak bukan, kipas angin kawan. Sekarang saya paham penderitaan tanpa benda yang satu ini. Apalagi hidup di kota besar. Dijamin mandi keringat seharian. Tidur tidak nyenyak. Bahkan udara yang dihirup pun terasa hangat. Di kamar saya yang sempit ini saya membeli kipas ukuran jumbo, baru terasa anginnya.

Untung saya jarang di kos, terutama siang hari. Jadi efek panas ini tidak terlalu signifikan saya rasakan. Hanya di akhir pekan saja terasa “hangat” nya sinar matahari terasa. Itupun kalau pas saya berada di kos. Pantas saja penerima uang kaget menjadikan kipas angin sebagai salah satu benda buruan. Saya membayangkan bagaimana mereka begitu menginginkan benda yang satu ini tapi belum keturutan karena tidak ada uang.

Sekarang, seandainya saya belum punya kipas angin, dan kalau tiba tiba helmi yahya berhenti di depan saya memberikan segepok uang, tanpa pikir panjang saya langsung berlari ke toko elektronik terdekat membeli benda prioritas, kipas angin.

2012/01/17

Kembali ke Semarang


Tenang, bukan kembali menetap disana. Kali ini saya hanya sekedar berkunjung saja kesini. Semarang. Hmm.. mendengar namanya membawa ingatan saya ke sekitar enam bulan yang lalu. Waktu itu dengan kepala yang masih setengah plontos saya dan teman – teman yang lain berangkat menuju kota ini mengadu nasib. Teman – teman baru yang kebanyakan belum saya kenal.

tol ini akhirnya beroperasi

Sekitar empat bulan di sana membawa kesan tersendiri bagi saya. Walaupun saya belum mengeksplor terlalu jauh kota ini. Maklum, di sana saya mengandalkan angkutan umum kawan. Sekarang, enam bulan kemudian saya menginjakkan kaki di stasiun yang sama. Stasiun dengan kolam besar di depannya sebagai tempat resapan air, Stasiun Tawang. Menyusuri jalan – jalan batako di depan stasiun diantara gedung gedung lama kota tua. Hari terakhir sebelum saya kembali ke Surabaya saya dan beberapa teman menyempatkan diri berfoto diantara gedung – gedung ini.

pintu masuk Bandungan, "Kota Batu" nya Semarang

Walaupun sebenarnya kurang lengkap dengan tidak adanya teman-teman saya di Semarang dulu namun lumayan mengobati rasa kangen. Bisa melihat lagi lampu lampu kecil di kejauhan. Semarang memiliki kontur berbukit – bukit kawan. Kalau pas di atas tengoklah kebawah dan kamu akan disuguhi pemandangan kota Semarang dari kejauhan. Dimalam hari pemandangan ini akan tampak luar biasa. Pernah suatu waktu ketika saya naik travel ke Semarang saya dibawa melintasi suatu daerah dengan jalan kecil di tepi bukit. Tepat di bawah bukit itu terhampar kawasan perumahan yang di malam hari hanya nampak lampunya yang kerlap kerlip. Suatu pemandangan yang mengasyikkan.

Salah satu candi Gedong Songo

Suasana Car Free Day di seputar Simpang Lima

Hanya satu hari dua malam saya mengunjungi kota ini. Setelah keperluan selesai saya pun segera kembali ke Surabaya. Sampai jumpa lagi Semarang.

Menginjakkan Kaki di Pulau Borneo


Kali ini, karena ada tugas dari kantor tempat saya bekerja, saya berkesempatan mengunjungi pulau Kalimantan. Sebenarnya yang saya tuju Kalimantan Tengah. Namun karena saya harus tiba siang hari disana terpaksan memilih penerbangan yang mengharuskan saya transit dulu di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Lumayanlah pernah mengunjungi Banjarmasin walaupun Cuma mampir di bandaranya saja.

Bagaimana Pulau Kalimantan itu? Tiba di Banjarmasin saya tidak menemui banyak perbedaan. Bahkan di warung di sekitar bandara masih bisa ditemui nasi pecel. Cuaca memang agak terik namun bagi yang terbiasa di Surabaya, terik matahari seperti itu mungkin sudah biasa. Sejenak di Banjarmasin akhirnya menuju ke tujuan sebenarnya, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Pangkalan Bun dari angkasa

Kalau bukan karena sedang ada pemberitaan gencar tentang kabupaten ini, pasti saya merasa asing mendengar namanya. Beberapa hari sebelum mengunjungi kabupaten ini sempat terjadi konflik yang dilatarbelakangi masalah pilkada disana dan sempat juga terjadi pembakaran rumah dinas bupati. Sia – sia sebetulnya, karena uang untuk membangun rumah itu asalnya juga dari masyarakat sendiri.


Sampai di bandara Pangkalan Bun suasana penjagaan ekstra ketat sudah terasa. Personnel militer tampak berjaga – jaga di berbagai sudut. Kali ini nampaknya benar – benar tidak mau kecolongan dengan masih adanya potensi konflik di sana. Terlepas dari konflik yang ada, saya celingak – celinguk melihat – lihat kabupaten ini. Masih banyak ditemui rumah papan disini, kawan. Bentuk atap rumahnya pun unik dengan ujung lancip. Semua bangunan pemerintah masih mempertahankan ciri khas ini.
pesawat yang saya tumpangi

Suasana di kota ini tenang, jauh berbeda dengan hiruk pikuk Surabaya. Beberapa ruas jalan bahkan masih kosong di kanan kirinya. Hanya rerimbunan alang – alang. Lumayan serem juga ketika melintasi jalan ini di malam hari. Yang unik disini adalah banyak sekali “bau” jawa terutama jawa tengah. Jangan kaget kalau mobil yang berseliweran di sini berplatnomot AB, AD, G, H dan sebagainya. Dan jangan kaget pula ketika makan di warung ibu penjualnya bisa kromo inggil mlipis. Bahkan ada salah satu kawasan yang bernama Bumiharjo. Benar – benar jawa banget. Zona waktunya pun masih WIB, bukan WITA seperti halnya Kalimantan Selatan.



Satu hal yang pasti, bertambah lagi satu lokasi di gps internal saya. Indonesia itu ternyata luas kawan. Beruntunglah kita diahirkan di bumi yang kaya ini.

2012/01/07

Penjual Terhebat Bl*ck Berry

Nomer pin mu berapa? Mungkin pertanyaan seperti ini sering sekali kita dengar. Lantas apabila kita menjawab “nggak punya BB”, maka kalimat berikutnya yang kita dengar adalah “Heeh? Nggak punya BB?” Cepetan beli biar bisa bbm an bla bla bla”. Fenomena seperti ini sering sekali saya jumpai bahkan saya alami sendiri.

Kadang saya sendiri juga heran. Seolah olah gadget yang satu ini dapat juga disebut sebuah aliran. Dan “kaum” aliran tersebut berusaha menarik orang lain kedalamnya. Hal ini lebih dari pada sekedar kebutuhan bahkan gaya hidup.

Mungkin inilah yang menyebabkan negara ini tidak membutuhkan waktu lama untuk menjadi salah satu negara dengan jumlah pemakai terbanyak. Nggak perlu repot – repot menggaji sales yang berbusa – busa menawarkan produk ke calon konsumen yang terkadang menoleh pun tidak apabila disodori produk baru. Dengan konsumennya sendiri pun penjualan tetap berjalan.

Entah kenapa konsumen berubah menjadi sales yang militan menawarkan produk yang dibelinya, yang konsumen itu sendiri tidak memperoleh keuntungan selain tambahan satu akun baru atau pin baru milik temannya. Dengan harapan bisa lebih mudah berkomunikasi, yang sistem komunikasinya (chat) sebenarnya juga bisa dilakukan sistem lain dengan biaya nol alias gratis.

Seperti halnya aliran, dikemudian hari muncul aliran baru yang bernama “android”. Dengan sistem open source yang murah dan kemampuan kinerja yang mumpuni aliran baru ini segera mendapat banyak pengikut. Kedua pengikut aliran ini pun sering “bentrok” memperdebatkan siapa yang lebih unggul.

Sebenarnya alasan apa kita membeli suatu produk? Apakah karena kita membutuhkannya, atau sekedar mengikuti tren yang ada? Walaupun ujung ujungnya terserah juga, karena itu uang – uang kita sendiri. Namun setidaknya kita memiliki alasan lebih dari sekedar “ingin” atau bahkan lebih dari sekedar “tren”.

Dan ketika akhirnya diputuskan untuk membeli suatu produk, apakah kita akan sebatas menggunakannya atau bahkan mungkin terjun ke dalam “aliran”nya? Kita akan beriklan gratis kepada setiap orang yang kita temui.

Jadi, siapa penjual terhebat Bl*ck Berry? Mungkin bisa jadi anda sendiri.