2012/07/04

Negaraku oh Negaraku

  
 
Apa yang kawan semua dengar di televisi akhir – akhir ini? Kasus korupsi yang menjadi jadi (bahkan Al Quran pun dikorupsi), kemiskinan di berbagai penjuru negri, kesemrawutan dan berbagai hal negatif lainnya. Apa mungkin karena negara ini terlalu luas? Jadi sulit untuk mengaturnya. Walaupun sebenarnya luasnya area ini sebenarnya bisa diatur dengan sistem yang baik dan berjalan dengan baik pula.





 Beberapa waktu lalu saya berkesempatan diajak ke negara tetangga kita yang terkenal dengan ikon singa berbuntut ikan ini. Negara yang kecil mungil dibandingkan dengan Indonesia yang membentang begitu luasnya. Namun jangan salah. Negara ini adalah salah satu yang termaju di Asia. Berbagai pusat perekonomian penting ada di sini.



Begitu menginjakkan kaki aura kemegahan sudah terasa. Bandara yang mewah dan lapang, dan herannya lengang. Padahal bandara ini salah satu yang tersibuk di asia. Namun dengan pembagian yang baik tidak begitu terlihat penumpukan penumpang. Lantai karpet empuk di sepanjang perjalanan layaknya hotel berbintang.


salah satu titik di universal studio

Keluar dari area bandara aura tersebut semakin kuat. Melihat kondisinya cukup aneh mengingat negara ini hanya sejengkal saja dari negara kita. Sama sekali berbeda. Mobil mobil mewah aneka jenis seliweran. Sangat beragam, nggak melulu avanza dan kijang. Jalanan dan gedung tertata dengan baik. Berbagai fasilitas tersedia dengan lengkap. Terlihat sekali disini membangun sesuatu nggak setengah – setengah. Kalau bisa yang paling modern, paling canggih, paling besar, dan paling paling yang lainnya.

Kontrasnya kondisi disini membuat saya bertanya tanya. Selama ini kita kemana saja ya? Seolah olah waktu di negara kita di – pause saat negara tetangga ini asik membangun mengembangkan diri. Setelah negara ini maju baru tombol resume dipencet dan kita akan melongo melihat ketertinggalan.

Tentu semua fasilitas super lengkap tersebut ada tapinya. Fasilitas tersebut nggak gratis kawan. Semua ada pajaknya. Lewat di jalan sekalipun ada tarifnya. Semua juga ada aturannya. Melanggar aturan? Siap siap kena denda. Dan jangan kawatir untuk berkelit dari denda, karena wajah manis anda saat melakukan pelanggaran terekam di cctv yang seabrek tersebar di berbagai sudut seolah olah cctv disini gratisan. Bahkan di dalam bus sekalipun ada cctv. Banyaknya denda ini bahkan mengilhami pembuat gantungan kunci dengan mengabadikan denda – denda tersebut di karyanya.

Dengan kondisi yang lebih maju dan daya beli yang tinggi sebanding dengan harga – harga berbagai produk. Terlebih banyaknya produk yang diimpor dari luar negri menyebabkan harga melambung. Beberapa barang yang saya amati dan saya bandingkan harganya malah lebih murah di Surabaya, bahkan sampai setengahnya. Dengan harga ini toko – toko tetap ramai pengunjung. Dan diantara pengunjung – pengunjung tersebut terdengar bahasa Indonesia, bahkan bahasa jawa suroboyoan. Banyak juga ternyata rekan senegara disini.

Disini semua sudah tersistem dengan baik. Dan hebatnya sistem tersebut juga berjalan dengan baik. Melanggar sistem? Siap – siap saja kena hukuman atau denda.


Menginjak tanah sendiri di negeri orang

Namun walaupun dengan kondisi fasilitas yang serba wah ini saya tetap memilih negara saya sendiri kawan. Negara yang luas dan kaya  yah walaupun masih sedikit carut marut di sana sini. Bayangkan beberapa hari di sini saya sering kali melewati jalan yang sama. Beberapa area juga hasil reklamasi (tanah dari negara kita tentunya), yang semakin menandakan sempitnya negara ini. Saking sempitnya bahkan akan direncanakan memanfaatkan bawah tanah (walaupun sekarang juga sudah digunakan untuk tempat parkir misalnya. Di sini saya juga tidak menemukan sesuatu yang khas yang memang benar benar hasil karya budaya asli. Semuanya buatan manusia.

Lagi pula di negara inipun tetap saja ada sisi lainnya. Golongan yang terpinggirkan. Satu dua masih ada penjual di sebelah halte dengan sepeda butut. Kayaknya apes banget jadi yang terpinggirkan di negara ini. Bayangkan kawan mengayuh sepeda butut diantara kumpulan maserati dan jeep. Yah, setidaknya jadi orang susah di negara kampung halaman bisa agak bernafas, karena lebih banyak temannya, hehe.

Beberapa hari disana akhirnya kembali ke kampung halaman. Kembali berhadapan dengan seliweran nggak jelas kendaraan, jalan berlubang, fasilitas rusak. Ah sebodo amat, tarik nafas dan tersenyum. Ini negeriku. Tempat terbaik di seluruh dunia. Dan harus bersyukur karena diluar sana masih banyak yang serba kekurangan.









1 comments:

Piyo said...

hemmm... ya. Di sana sistemnya memang bagus, n wong2 e pekerja keras. Walo cuma sejengkal bedane wuakeh, nggak cuma sistem nya tapi juga sumber sistemnya. SDM e, hehehe.. kalo orang Indonesia semua bermental pekerja keras gitu, mungkin bisa berubah juga kita. Tapi bisakah mengubah mental dan tradisi sekian ratus juta orang dalam waktu singkat? dalam waktu lama pun masih dipertanyakan :P