2012/02/28

Belajar Kamera – Manual Focus

Salah satu catatan saya dalam mempelajari fotografi, foto diambil menggunakan kamera pocket dengan fitur setting manual bukan DSLR.

Salah satu fitur menarik kamera dengan setting manual adalah tersedianya fitur manual focus. Seperti namanya dengan fitur ini kita bisa memmilih bagian mana dari obyek yang ingin kita fokuskan. Dengan fitur ini bagian yang difokuskan menjadi jelas dan bagian lain kabur / blur.

Contoh dapat dilihat pada foto ulat yang saya ambil di halaman rumah saya ini. Perhatikan perbedaan letak fokus.

Fokus adalah landscape di belakang ulat, ulat terlihat blur


Fokus terletak pada ulat, landscape di belakang ulat blur

Tunggu artikel berikutnya...


2012/02/09

Grafik Denyut Jantung Hidup


Pernah liat grafik yang ditunjukkan oleh alat pengukur denyut jantung? Entah di sinetron atau apa. Grafik yang ditunjukkan kadang naik kadang turun dengan cepat. Grafik itu seirama dengan mesin utama tubuh alias jantung. Mesin kehidupan. Dan grafik itu juga dapat menggambarkan kehidupan dalam skala yang lebih luas, yang kadang naik kadang turun, kadang apes kadang beruntung.

Hari itu seperti biasa tidak ada yang aneh saya berangkat ke tempat kerja. Karena ada suatu hal saya langsung berpakaian batik walaupun biasanya memakai training dan kaus olahraga karena hari jumat. Sesampainya di kantor saya diserahi kamera. Kebetulan sedang ada kunjungan kapal cruise pada hari itu. Lumayan, dengan kamera ditangan saya melangkah menuju lokasi. Disini grafik menurun pertama terjadi. Baru beberapa jepretan saya dimarahi disuruh minggir sama petugas. Walaupun saya sudah bilang kalau “bolo dewe” alias satu perusahaan tetep disuruh minggir. Ok, fine. Memang aturannya demikian, area harus steril. Namun yang tidak mengenakkan adalah di area bahkan lebih dekat dari saya tadi banyak orang dengan santainya jepret jepret. Bahkan orang yang memarahi saya tadi mengeluarkan kamera poketnya. Saya cuma bisa ngelus dada. Padahal tugas saya mengambil gambar. Akhirnya dengan mengedepankan prinsip cuek saya mulai jepret lagi, tapi saya terlanjur kehilangan beberapa momen penting.

Skenario hidup saya berikutnya pada hari itu membantu mempersiapkan, mengikuti, dan mendokumentasikan rapat. Setelah semua persiapan beres, undangan datang tinggal duduk menonton presentasi. Tiba-tiba saya kebelet pipis. Menyelinap keluar ke kamar kecil dulu. Kamar kecil kosong, aman tidak perlu antri. Selesai melakukan “rutinitas” terjadi sesuatu. Resleting saya copot! Asem bener. Benar benar pada saat yang tidak tepat. Sudah saya lakukan berbagai upaya dengan peniti bahkan saya jahit (beresiko saya tidak bisa pipis lagi) tetep gagal. Akhirnya dengan peniti seadanya saya kembali ke ruangan. Untung baju batik saya lumayan kombor. Cukup mengelabui. Saat rapat berlangsung saya melakukan tugas berikutnya yaitu dokumentasi. Dokumentasi?? Ampun. Dengan kondisi celana seperti ini tugas memencet tombol shutter kamera rasanya sulit sekali. Karena saya otomatis harus mondar mandir. Semoga audience tertuju pada presentasi atau mungkin kamera Nikon mahal ini.

Karena hari masih panjang, dan sepanjang hari itu tentu saja saya harus memakai celana, saya pinjam motor teman, saya putuskan ganti celana dulu di kos yang lumayan dekat. Karena dekat saya pun tidak membawa STNK. Ternyata grafik menurun belum berakhir. Ketika kembali ke kantor saya berpapasan dengan razia pulisi. Klop deh. STNK nya mas? Dengan mesam mesem nggak jelas, ingah ingih, saya jawab “lupa pak”. Dan langsung saya tambahkan “saya mintakan tolong diambilkan pak, segera,”. Setelah beberapa saat kemudian (agak lama), teman saya, yang juga sekaligus pemilik motor yang kini tersandera bersama sim saya datang membawakan STNK nya. Saya hampiri pak petugas yang menahan saya, saya tunjukkan stnknya saya pun diperbolehkan lanjut.

Grafik mulai naik ketika sore harinya saya pulang kampung. Bersama beberapa rekan saya menuju terminal bus antar kota antar provinsi naik Damri. Sempat macet sejenak namun selebihnya perjalanan lumayan lancar. Sampai di terminal saya seolah tidak percaya ada bus dominasi putih dengan grafis orange di salah satu pintu keberangkatan bus patas. Saya sudah membayangkan dan sudah agak mempersiapkan untuk perang. Biasanya sebelum bis berhenti saja sudah dikerubuti penumpang yang mau naik. Berhenti nggak sampai 10 menit sudah penuh. La ini seolah – olah menunggu kedatangan saya baru berangkat. Patas, Ac, reclining seat, lajur kiri 2 kanan 2. Hmm. Kejutan yang menaikkan grafik saya selanjutnya terjadi ketika bus sudah melaju. Ternyata bus ini langsung ke tempat tujuan saya, bisa turun di depan rumah. Biasanya karena hanya ada jam tertentu yang saya tidak hapal saya asal naik patas dan harus oper lagi. Dan grafik naik lagi karena tarifnya ternyata sama saja. Namun ditengah perjalanan saya kealam mimpi di kursi reclining seat yang empuk saya terganggu oleh suara orang telepon dan menyetel lagu (seperti lagu daerah, entah bahasa mana). Dua orang ini duduk sebaris di seberang baris saya. Dari suaranya hp yang dipakai kelihatanya HP cina dengan speaker yang kerasnya minta ampun. Dan parahnya suara keras ini tanpa bas atau apa. Mirip kerongkongan kering dipaksa berteriak. Parau. Sementara sebelahnya asyik telpon dengan loudspeaker keras. Di ujung sana terdengar suara wanita ganjen. Headset saya yang tipe kedap suara pun tidak mampu mengatasi. Untung akhirnya (mungkin karena kupingnya sendiri sudah capek) suara hp mirip kerongkongan kering ini berhenti. Hal yang akan saya lakukan sejak awal kalau jadi orang tersebut. Karena semakin keras dan cempreng suara hp anda menunjukkan harganya juga cempreng.

Perjalanan selanjutnya aman dan nyaman. Segera setelah suara parau hp itu lenyap saya tertidur pulas dan baru bangun saat dekat rumah. Benar – benar perjalanan tersingkat. Turun dengan aman di depan rumah.

Kipas Angin


“Anda mendapatkan uang tunai 10jt rupiah, dan harus anda belanjakan selama 1 jam”. Adegan berikutnya ibu –ibu atau bapak – bapak tergopoh gopoh segera berlari. Bahkan sebagian dengan berlinangan air mata. Pernahkah kawan menonton kejadian tersebut di layar kaca? Yup, Uang kaget. Salah satu reality show yang dulu sering saya tonton. Dalam acara tersebut penerima hadiah harus membelanjakan uang yang diterima dengan waktu tertentu. Kelihatannya mempermainkan orang susah, kalau niat mau ngasih ya dikasih saja, begitu dulu banyak yang mengkritik.

Terlepas dari kontroversinya saya belajar banyak hal dari tayangan ini. Dan ada satu hal yang menarik perhatian saya. Terdapat kesamaan diantara orang – orang yang menerima hadiah tersebut. Benda prioritas yang dibeli menggunakan uang hadiah itu bukan barang yang mewah / bagaimana. Sederhana kawan. Kipas angin. Dulu mungkin saya heran dengan keputusan ini. Bayangkan waktu yang terbuang sia sia berlari lari hanya untuk membeli kipas angin. Mungkin sebagian dari kita pasti berpikir benda yang nantinya bisa dijual lagi. Namun ternyata, malah membeli kipas angin.

Dan akhirnya saya tau jawabannya. Tahukah benda pertama yang saya beli di kos di kota pahlawan ini? Tidak lain tidak bukan, kipas angin kawan. Sekarang saya paham penderitaan tanpa benda yang satu ini. Apalagi hidup di kota besar. Dijamin mandi keringat seharian. Tidur tidak nyenyak. Bahkan udara yang dihirup pun terasa hangat. Di kamar saya yang sempit ini saya membeli kipas ukuran jumbo, baru terasa anginnya.

Untung saya jarang di kos, terutama siang hari. Jadi efek panas ini tidak terlalu signifikan saya rasakan. Hanya di akhir pekan saja terasa “hangat” nya sinar matahari terasa. Itupun kalau pas saya berada di kos. Pantas saja penerima uang kaget menjadikan kipas angin sebagai salah satu benda buruan. Saya membayangkan bagaimana mereka begitu menginginkan benda yang satu ini tapi belum keturutan karena tidak ada uang.

Sekarang, seandainya saya belum punya kipas angin, dan kalau tiba tiba helmi yahya berhenti di depan saya memberikan segepok uang, tanpa pikir panjang saya langsung berlari ke toko elektronik terdekat membeli benda prioritas, kipas angin.