2011/12/18

Negara Wani Piro

X:“Kerja dimana mas?” Y:“Di instansi x Pak”. X:”Wah, hebat, habis berapa masuknya?”. Mungkin percakapan seperti ini hal yang lumrah kita temui. Dan sudah menjadi rahasia umum. Rahasia yang semua orang juga sudah tahu dan sudah paham.

Percakapan inilah yang juga beberapa kali saya alami. Terakhir beberapa hari yang lalu. Saya ngobrol ngalor ngidul dengan bapak kos. Topik pembicaraan berganti-ganti hingga akhirnya ke masalah pekerjaan. Si bapak kos ini dulu pernah ketipu ketika akan mendaftar di sebuah instansi pemerintah. Pekerjaan tidak didapat uang amblas. Untung karena punya saudara “orang penting” jadi uang akhirnya bisa diselamatkan. Si bapak kos juga cerita saudaranya yang diterima di instansi “y” habis sekian ratus juta (jumlah yang banyak kawan). Dan nggak sampai 4 tahun uang sudah kembali. Hebat juga.

Akhirnya si bapak kos tanya, “kalau mas habis berapa masuk di xxxx?”. Saya jawab, “saya nggak bayar pak, cuma daftar lewat internet, ikut tes, dan akhirnya sampai disini.” Si bapak kos menjawab, “ah masak, kalau nggak mau terus terang habis berapa ya nggak papa.., sambil tersenyum”. Gubrak!

Walaupun saya jelaskan rekrutmen menggunakan pihak kedua dan seterusnya tetap tidak mempan. Akhirnya saya cuma senyam senyum saja dan topik pun beralih. Mungkin banyak di luar sana “rahasia umum” itu terjadi. Namun, untuk kasus yang saya alami dalam hidup saya itu tidak terjadi kawan.

Saya tidak menyalahkan orang yang melakukannya, masing masing tentu punya pilihan dan pertimbangan sendiri. Dan walaupun banyak yang melakukan tidak berarti semua juga melakukannya.

2011/12/11

Mengatasi Kamus Elektrik Alfalink Matot (Mati total) Terkena Air

Bermula dari rusaknya kamus elektrik yang saya belikan untuk ibu saya. Dan penyebabnya cukup konyol. Kucing peliharaan di rumah pipis di atasnya. Walhasil si kamus inipun eror.

Kemarin saya membawa kamus ini ke gerainya. Siapa tahu masih bisa diservis. Kalau nggak ya terpaksa beli lagi yang baru. Saya bilang ke mbaknya kamus rusak terkena air (pipis kucing termasuk air juga kan?). Oleh si mbak diperiksan dan memang mati total. Mbaknya juga menjelaskan kalau sampai ganti PCB biaya servisnya mendekati 200rb. Selisih sedikit dengan harga kamus elektrik yang baru. Oleh karena itu saya minta dicekkan dulu dan harga servisnya dikonfirmasi dulu. Kalau habis banyak mending beli lagi.

Namun oleh si mbak nya kamus ini coba diutek utek. Dan ternyata menyala!! Si mbak pun berkata, alhamdulilah ya, sesuatu banget, bisa nyala lagi (beneran ngomong seperti ini, tanpa adanya perubahan apapun). Saya pun setengah tidak percaya, coba saya pencet – pencet. Yup, memang menyala. Berfungsi normal. Wah, langsung saya puji si mbak ini, canggih!

Dan si mbak ini tidak pelit bagi ilmu. Ilmunya pun sangat sederhana. Kalau terkena air dan mati total coba di reset. Tentunya pastikan dulu kamusnya sudah kering. Copot batreinya, dan keringkan. Setelah beres tekan tombol reset dalam keadaan tanpa batrei. Ingat, tanpa batrei!! Walaupun saya sendiri heran bagaimana si kamus bisa reset kalau tidak ada batreinya, namun memang berhasil. Dan yang harus dijadikan perhatian jangan menggunakan pulpen atau pensil saat menekan tombol reset. Pakai tusuk gigi saja, kata si mbaknya.

Akhirnya kamus elektrik ini hanya saya ganti batreinya saja. Sampai di kos saya coba masih berfungsi normal. Selamat mencoba!

Memulai Lagi: Membaca

Rasanya sudah lama sekali terakhir kali saya membaca novel. Entah kapan. Akhirnya baru sekarang memulai membaca lagi. Novel yang lama tidak tersentuh mulai saya buka. Novel ini saya beli di semester terakhir saya kuliah. Sekitar setahun lalu. Sudah lama sekali. Terongok berdebu di kamar saya di rumah. Belum saya baca.

Akhirnya minggu kemarin saat beres2 untuk kembali ke kos novel ini saya masukkan ke tas. Dan baru hari ini sempat membuka beberapa lembar halamannya. Dengan beberapa persiapan tentunya. Memanaskan secangkir air. Satu sachet cappuccino saya siapkan. Cappuchino dan air panas saya tuangkan ke dalam cangkir bergambar wajah saya sendiri bonus dari mall produk IT terbesar di kota Surabaya ini. Asap mengepul di atas busa yang kental dan taburan coklat cappuchino. Hmmm… mantap. Apalagi didukung cuaca yang gerimis rintik – rintik.

Membaca memang membawa kenikmatan tersendiri kawan. Pengalaman yang diperoleh tidak sebatas hanya pada untaian kata-kata di dalamnya. Namun lebih dalam dari pada itu. Setiap orang mungkin memiliki kesan dan pengalaman yang berbeda tergantung imajinasi masing – masing. Dan berdasarkan pengalaman saya, imajinasi kita sendiri tersebut jauh menarik daripada saat novel tersebut divisualisasikan, dalam sebuah film misalnya.

Ketika membaca Harry Potter saya selalu membayangkan bagaimana nikmatnya coklat panas kental, dan seramnya lorong – lorong Hogwarts. Seolah-olah coklat panas tersebut benar – benar terkecap oleh lidah saya, dan saya benar benar berada di lorong hogwart yang seram. Hal ini tidak saya temui saat saya menonton film Harry Potter.

Novel ini akan saya jadikan pembuka untuk rutinitas membaca saya selanjutnya. Sudah ada beberapa rencana hunting buku. Selamat Membaca!

2011/12/09

Sejenak Menikmati Keelokan Bali

Kadang heran juga bagaimana saya bisa sampai di sini. Kalau bukan karena melaksanakan tugas mungkin saya tidak berada di sini, Bali. Sempat juga mengejutkan orang tua di rumah. Karena cukup mendadak saya belum sempat pamitan. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya ke pulau ini. Pas saya SMP juga pernah beberapa hari berputar – putar di Bali.

Kadang kala ironis juga. Turis asing yang berasal dari negara yang berjarak ribuan kelimoter sering mengunjungi pulau ini. Sedangkan penduduk Indonesia sendiri yang ibaratnya hanya tinggal melangkah saja tidak memiliki kesempatan kesini.

Memang tidak salah turis asing jauh-jauh datang ke sini. Pulau ini seolah-olah dari sananya sudah didesign sedemikian rupa untuk dapat dikatakan menarik. Ibarat manusia, pulau ini sudah cantik dari sononya,tanpa perlu make up aneh aneh yang tebal. Kondisi alam dan budaya sangat khas yang mungkin tidak dapat dijumpai di tempat lain.

Disela sela jadwal kegiatan yang ada saya sempatkan berjalan-jalan sejenak. Pasang headset, menyampirkan tas kecil saya kepundak, kaki pun melangkah ke pantai sanur. Kebetulan hotel yang saya tempati tidak jauh dari pantai ini. Sebenarnya pantai seperti ini juga dapat ditemui di ribuan pulau lain yang ada di negeri ini. Namun pantai ini menjadi berbeda karena pantai ini di Bali, kawan. Dari jauh terdengar suara semacam gamelan mengalun. Bau dupa dan bunga tercium. Ternyata sedang diadakan upacara. Hal seperti inilah yang tidak ditemui di tempat lain.

Salut juga bagaimana budaya lokal masih bisa bertahan disini, ditengah berbagai penetrasi budaya lain yang datang. Kehidupan yang sama sekali berbeda. Mobil mobil mewah berlalu lalang. Restoran, café berjajar memenuhi jalan. Orang-orang dari berbagai ras di dunia membaur. Terkadang lupa kalau saya masih di Indonesia. Berbagai bahasa yang aneh dan asing nyantol di kuping saya saat saya berpapasan dengan orang-orang ini.

Semua hal tersebut berdampingan dengan orang-orang berkebaya, bau dupa, dan sesajen di beberapa sudut tempat. Benar benar sesuatu yang kontras, namun keduanya dapat berjalan beriringan. Di satu sisi budaya yang cenderung hedonis dan di sisi lain kesederhanaan budaya lokal.
Terbukti bahwa dengan kebudayaan dan kekhasannya sendiri pun Bali tetap eksis di tengah perkembangan jaman. Justru kebudayaan tersebut menjadi suatu keunikan yang tidak dapat ditemui di belahan lain di dunia.

Beruntunglah Indonesia memiliki Bali, salah satu tujuan wisata terbaik di dunia. Semoga pulau cantik ini tetap ada di hati penduduk dunia.