2011/05/14

Mengantri


Dalam suatu masyarakat keberadaan suatu "antrian" adalah hal yang wajar. Semakin ramai suatu masayarakat tersebut antrian bisa tambah panjang. Entah mengantri untuk keperluan apa.

Seperti yang saya alami tadi siang. Karena menjadi anak kos lagi otomatis saya harus membeli makanan di luar. Saya menuju warung di depan kosan saya. Fiuh, ternyata antriannya lumayan. Saya pun ikut berjubel di dalam antrian.

Setelah beberapa pelanggan dilayani, mbak penjual bertanya kepada saya, dibungkus atau makan sini? saya menjawab, ibu ini duluan mbak. Si ibu pun dilayani oleh si mbak penjual. Selesai, kembali saya ditanyai, bungkus atau makan sini? bapak ini dulu mbak gilirannya. Si mbak pun heran, la terus sampeyan gilirannya kapan? saya jawab, setelah bapak ini baru giliran saya.

Mungkin si mbak penjual heran, didulukan kok malah nggak mau. Namun saya punya pengalaman juga tentang antrian. Dulu pas saya masih kuliah di malang, sepulang dari kampus saya biasanya mampir ke warung beli makan. saya pun ikut di barisan antrian. Tapi yang menyebalkan adalah ada 2 kali orang yang baru datang langsung dilayani oleh penjual. Saya bengong setengah mangkel. Akhirnya setelah akan dilayani oleh ibu penjualnya saya pun melengos pergi. Dan itu terakhir kalinya saya menginjakkan kaki di warung itu.

Disadari atau tidak, dalam sebuah antrian, kedewasaan seseorang sebagai bagian dari masyarakat diuji. Yang merasa datang belakangan ya nggak usah ngeyel minta duluan. Yang datang belakangan dan akan didulukan, kalau masih normal, dan merasa kalau bukan gilirannya ya seharusnya menyadari. Toh cuma selisih beberapa menit. Nggak mati kalau harus berdiri antri beberapa menit lagi. Malah tambah sehat karena membakar kalori.

2 comments:

Piyo said...

iyoo ancene menyebalkan lek enek orang nggak nyadar ngunu i, huuuwh, opo maneh kalo penjualnya sing menyebalkan. Aq pernah ndek ftocopyan, emang antri sih, tapi lo aq cuma nanya ini harganya brapa mas, mas e juga nggak sibuk2 banget dan jarak e i nggak adoh wong tokoe cilik. Noleh dilut kek liat dan dijawab, cukup dijawab saja, enaugh, eh aq dicuekin, ngliat pun enggak ky aq nggak enek. sampek sepi pun aq nggak digubris, langsung tak balikin kertas manilane dan bilang "makasih mas", dengan ketusnya. Juambu tenan oq wong e, seumur2 nggak bakalan aq beli2 neng kunu

blog e obie said...

wkwkwkwk.. kapoook... nen manusia gaib, gak ketok manusia normal