2010/06/30

Sebuah Drama yang Bernama Sepak Bola

Sebenarnya saya tidak suka sepak bola. Hiruk pikuk piala dunia tidak memberikan efek pada saya. Demikian juga piala dunia kali ini. Apalagi saya tidak suka lagunya. Waka Waka ee eee bla bla bla this time for Africa. Namun kemarin malam entah kenapa tanpa saya sadari menonton piala dunia Paraguay vs Jepang. Setelah menonton monster inc di Global tv sambil mengerjakan skripsi saya pindah pindah chanel. Putus asa, karena tidak menemukan siaran yang cocok, akhirnya saya terdampar di RCTI.

Entah mungkin karena Jepang satu satunya negara asia yang tersisa menumbuhkan simpati saya. Tiba tiba saja mendukung Jepang. Kedua tim bermain lumayan bagus. Saling serang dan bertahan dan tidak ada yang berhasil mencetak gol walaupun dengan babak tambahan. Akhirnya pemenang ditentukan dengan tendangan penalti.

Di sinilah saya terbawa suasana pertandingan. Terlihat jelas para pemain sangat gugup terutama penjaga gawang. Ketika pemain lainnya memberikan pelukan dukungan penjaga gawang Paraguay tersenyum. Senyum yang menurut saya tidak natural. Senyum yang hanya di bibir karena terlihat gerak gerik dan raut wajah menampakkan ekspresi yang berbeda. Begitu pula dengan pemain lainnya. Bahkan pemain kelas dunia seperti mereka pun masih mengenal yang namanya nervous.

Ini merupakan hal yang wajar. Adu penalti kelihatannya sepele, tetapi efeknya dahsyat. Para pemain ini akan terlihat bodoh apabila tidak bisa memasukkan bola. Dengan jutaan pasang mata di seluruh penjuru bumi tekanan yang mereka hadapi semakin berat. Entah kenapa saya tiba tiba bersyukur berada di kosan saya, duduk santai, karena beribu ribu kilometer di afrika sana 22 orang berada di ujung nasib. Saya membayangkan kalau saya yang ditugasi menendang bola itu pasti tiba tiba kaki saya menjadi kaku dan ambruk.
Dan memang adu penalti tidak bisa diduga. 1 orang pemain Jepang entah siapa namanya gagal memasukkan bola, dan menyebabkan kekalahan Jepang. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan pemain ini. Mungkin berminggu – minggu setelah hari ini dia tidak bisa tidur. Bayangkan, pasti di media media dia dicap sebagai pemain gagal yang menyebabkan kekalahan. Entah berapa juta orang penduduk Jepang yang dia buat kecewa.

Layaknya sebuah drama, malam ini di Johannesburg Africa, banyak air mata yang tumpah. Air mata bahagia dan air mata duka cita. Sebagian meratapi nasib karena kekalahan, sebagian meluapkan emosi karena berhasil melangkah 1 tahap lagi yang belum pernah dicapai sebelumnya.

Semoga saja harakiri sudah tidak diterapkan lagi oleh penduduk Jepang. Karena, mereka bisa kehilangan 11 pemain terbaiknya.

2 comments:

Intan Kape said...

nice posting

rasanya ini postingan terseru yang saya baca di catatane_obie selain tragedi pulpen yang masuk gelas kopi

blog e obie said...

makasih..hehe